Saadiah Uluputty : Ribuan Kapal Ikan Beroperasi di Kepulauan Aru, Nol Rupiah Untuk Maluku, Ini Penyebabnya

by
Anggota DPR RI Saadiah Uluputty menjadi pembicara dalam seminar nasional yang digelar FISIF Universitas Darussalam Ambon, Jumat (4/8/2023). FOTO : HUSEN TOISUTA

TERASMALUKU.COM,- AMBON- Memotret Maluku dari luasnya, tiga kali lebih luas dari Pulau Jawa. Penduduknya sedikit, rentang kendalinya amat sangat jauh. Membandingkan Pulau Buru, tiga kali lebih besar dari Bali. Belum lagi potensi sumber daya alam lainnya yang ada di Pulau Seram, Maluku Tenggara Raya dan Ambon.

Hal itu disampaikan Saadiah Uluputty, anggota DPR RI saat menjadi salah satu pembicara pada Seminar Nasional yang digelar FISIP Universitas Darussalam Ambon, Jumat (4/8/2023).

“Memotret Maluku hari ini kita tidak bisa memotretnya sama dengan provinsi yang lain. Karena Maluku adalah daerah kepulauan,” kata Saadiah.

Srikandi asal Maluku itu menyebutkan terdapat 1.340 Pulau di daerah para Raja-raja ini. Luas Pulau, luas daratan hanya sebesar 7,6% atau 54.148 km ². Sementara luas lautannya 92,4%. “Maka saya mengatakan dalam satu stetmen politik bahwa selama undang-undang nomor 23 tahun 2014 itu masih ada terkait dengan kewenangan pengelolaan laut yang diambil oleh Pemerintah Pusat, maka Maluku akan tetap menjadi Maluku hari ini,” tegasnya.

Menurutnya, potensi kelautan dan perikanan di Maluku sangat melimpah. Hanya saja, 0,12 mil laut itu dikelola oleh pemerintah provinsi. Selanjutnya semuanya dikelola oleh pemerintah pusat. “Lalu kita mau apa dengan luas laut kita yang demikian luas ini,” cetusnya.

Tidak saja itu, peraturan yang tak berimbang juga diatur pemerintah pusat. Kapal-kapal di bawah 30 GT, seluruh perizinannya dan lain-lain sebagainya dikeluarkan oleh pemerintah provinsi. Sementara di atasnya dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

“Jadi ribuan kapal yang beroperasi, bereksploitasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718 di Kepulauan Aru itu nol rupiah untuk Provinsi Maluku,” ungkapnya.

Mengapa demikian, sebab, menurut Saadiah, regulasi tentang pengelolaan sumber daya laut di Maluku tidak sama dengan regulasi tentang sumber daya mineral dan batu bara (minerba). Tidak ada bagi hasil pengelolaan perikanan yang presentasinya itu dibicarakan dalam regulasi.

BACA JUGA :  Kasus Proyek jalan Inamosol, As Intel : Pemeriksaan Sudah Selesai

“Ketika saya di komisi tujuh, kita berbicara tentang 10% untuk Maluku dari blok Masela. Kita cukup saling tarik-menarik antara Maluku dan NTT (Nusa Tenggara Timur). NTT meminta 5%, Maluku meminta 5%. Saya bikin statement terus-terus dan kita kunci di komisi. Saya dan ibu Mercy (Barends/anggota DPR RI juga) bilang tidak ada di dalam regulasi. Itu Maluku punya hak 10% tidak ada untuk NTT, dan kita ketok untuk Maluku karena sudah diatur dalam regulasi,” jelasnya mengisahkan.

“Dari data yang dipaparkan di DPR, potensi kita secara nasional, Maluku punya 6%. 37% dari itu ada di 3 WPP. Kalau dirupiahkan saya hitung-hitung Rp248 triliun, itu potensinya. Nah 37% itu sebenarnya potensi kita yang ada di laut, kita bicara soal regulasi,” ujarnya lagi.

Olehnya itu, ia berharap agar seluruh komponen masyarakat di Maluku harus banyak berdiskusi, mengkaji posisi salah satu provinsi perintis kemerdakaan Indonesia ini.

“Kita banyak restorminglah, bagaimana posisi Maluku di mata negara, dan bagaimana negara memandang Maluku untuk sektor perikanan. Apakah ada pakar-pakar hukum yang bisa mengkaji ini. Kita tuntut hak kita untuk pengelolaan laut, kita tuntut ada regulasi yang adil dalam hal bagaimana membagi hasil-hasil tangkap kita,” sebutnya.

“Kalau tidak membangun infrastruktur dan hanya sebuah pembangunan ANP (Ambon New Port) yang terintegrasi dengan LIN (Lumbung Ikan Nasional) yang itu ada industri di sana, lalu pemerintah bilang tidak ada duit, maka itu yang bikin saya rasa-rasa orang Ambon bilang Kapitan naik (marah),” tambahnya kesal.

UU KEPULAUAN

Mantan anggota DPRD Provinsi Maluku ini, juga membicarakan terkait Undang-undang Kepulauan yang telah dikawal sejak 20 tahun silam.

BACA JUGA :  Walikota : Mulai Tahun 2020 Siswa di Ambon Dapat Bantuan Uang Jajan

“Terakhir Paripurna tutup masa sidang kemarin, saya interupsi lagi di sidang Paripurna DPR meminta agar pembahasan tentang Undang-undang kepulauan hari ini harus kita lanjutkan,” tambahnya.

Saadiah mengaku pendekatan pembangunan daerah kepulauan di Maluku berbeda dengan daerah lain. Diantaranya yang pertama Gugus Pulau, Laut Pulau dan Pintu Jamak.

“Ini memang harus kita perbincangkan dalam kajian-kajian ilmiah, kajian-kajian akademis terkait dengan bagaimana sih pentingnya regulasi terhadap undang-undang kepulauan, sehingga kemudian negara tidak merasa bahwa ini ada satu pemaksaan kemudian ada satu regulasi membentuk negara di dalam negara,” pungkasnya.

Ia bahkan secara tegas menekankan, bahwa membangun Maluku harus dengan menggunakan pendekatan subjektif, bukan objektif.

Penulis : Husen Toisuta

**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow

No More Posts Available.

No more pages to load.