Ini Kronologis Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Bupati Malra

by
UU TPKS
Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS saat menyampaikan pernyataan sikap mendesak usut tuntas kasus dugaan kekerasan seksual dengan terlapor Bupati Maluku Tenggara. Pernyataan sikap berlangsung di Monumen Patung Christina Martha Tiahahu, Karang Panjang, Kota Ambon, Selasa (12/9/2023). (Foto: Terasmaluku.com)

TERASMALUKU.COM,- AMBON– Meski orang tua korban telah menarik laporan polisi, namun kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan Bupati Maluku Tenggara (Malra) M. Thaher Hanubun, masih terus diselidiki polisi.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Yayasan Peduli Inayana Maluku, pendaming korban, kasus kekerasan seksual berawal saat korban berinisial TSA, 21 Tahun, bekerja pada Cafe Agnia di kawasan Air Salobar, Kota Ambon, per Februari 2023. Belum genap tiga bulan bekerja, ia diduga telah mengalami kekerasan seksual dari Bupati, pemilik cafe.

TKP kasus ini adalah di Cafe Agnia milik Bupati. Cafe itu menyatu dengan rumah terduga pelaku. Setiap kali ke Ambon, terduga nginap di rumah sekaligus cafe ini.

Cafe letaknya di lantai 1, sedangkan di lantai 3 ada kamar privat pelaku dan istri. Kamar tersebut sangat steril dari jangkauan siapapun. Hanya yang dipanggil pemilik yang bisa masuk ke situ. Di situlah TKP kasus kekerasan seksual terhadap korban.

“Kami mencatat ada tiga bentuk Kekerasan Seksual yang dialami oleh korban sebelum kemudian korban dipecat,” kata Othe Patty, pendaming korban dari Yayasan Peduli Inayana Maluku, Selasa (12/9/2023).

Yang pertama, pada bulan April, TSA diperintahkan pelaku melalui karyawan lain (inisial N), untuk mengantar teh di kamarnya. Kepada polisi saat BAP, TSA mengaku itulah kali kedua ia bertemu terlapor, sebelumnya saat buka puasa bersama di bulan Ramadan.

Setibanya di kamar, Bupati mengelus tangan dan kepalanya. TSA mengaku tidak ketakutan dengan perlakuan itu. Dia lalu menceritakannya kepada N. N hanya mengatakan bahwa Bupati merasa sayang padanya seperti anak sendiri.

BACA JUGA: Polda Maluku Didesak Usut Tuntas Kasus Dugaan Kekerasan Seksual dengan Terlapor Bupati Malra

Yang kedua, bulan Juni 2023, saat Bupati datang ke rumah/cafe tersebut, di kamarnya di lantai tiga ia kembali meminta TSA mengantar teh kepadanya. TSA kembali mengantar teh sesuai permintaan Bupati.

BACA JUGA :  Dalam Sepekan 123 Pasien COVID-19 di Maluku Sembuh

Kali kedua ini, Bupati sedang duduk di meja makan di ruang yang terpisah dari kamar. TSA meletakkan teh, lantas Bupati meminta memijat tangannya. TSA lalu dipeluk Bupati, dan pelecehan seksual terjadi. Bupati lantas meminta TSA masuk ke dalam kamar. TSA ketakutan dan bingung. Bupati lantas memaksa TSA membuka celanannya, dan melakukan penetrasi dengan paksa.

Usai melampiaskan perbuatannya, TSA disuruh pergi. Sekembalinya ke Cafe dengan bingung TSA langsung menceritakan peristiwa itu pada staf Agnia lainnya. Dia juga meminta agar jika Bupati datang lagi jangan membiarkan dia bertemu dengannya.

Peristiwa Ketiga, 10 Agustus 2023, Bupati kembali datang ke rumah / cafe tersebut. Semua staf yang tahu kejadian sebelumnya tidak sedang berada di cafe. Yang ada hanyalah karyawan bernama B.

Ia tidak tahu menahu dengan peristiwa sebelumnya. Karena ketidak tahuan itu dan TSA sungkan menceritakan kepada B, memaksa TSA kembali mengantar teh, TSA menolaknya.

Dia lantas bertanya kepada temannya di cafe tersebut harus bagaimana. Temannya itu mengatakan dia harus naik ke lantai tiga membawa teh tapi merekam percakapan mereka.

TSA lalu naik ke lantai tiga membawa teh, namun handphone sudah merekam. Hasil rekamannya ada percakapan apakah aman, apakah ada yang tahu, bisa cium tidak, ada juga percakapan tarik menarik pakaian, dan lain-lain. “Bukti rekaman sudah ada pada polisi,” tambah Othe Patty.

Pada kali ketiga itu, TSA berhasil melarikan diri, karena pintu utama ruangan tersebut terbuka dan dibantu pelayan cafe lain, TSA bersembunyi di gudang, sampai pada kondisi aman, barulah keluar dari cafe tersebut.

Beberapa hari setelah itu TSA dipecat dan mencari jalan untuk melaporkan kejadian ini. Akhir Agustus, TSA dapat berkontak dengan seorang pengacara, yang kemudian menjadi jalan untuknya bertemu dengan pendamping korban.

BACA JUGA :  Walikota Ambon Raih Penghargaan Peduli Bencana dari BNPB

Tanggal 1 September, TSA didampingi pendamping membuat laporan polisi di SPKT Polda Maluku; Sudah Visum et repertum dan masuk tahap penyelidikan.

“Tanggal 4 September TSA mencoba bunuh diri dengan meminum obat. Tanggal 6 September Keluarga menyampaikan surat permohonan menarik LP (Laporan Polisi) kepada Polda Maluku,” kata Othe Patty lagi.

Sejak itu, keluarga tidak mau lagi korban didampingi oleh pendamping. Pendamping pun tidak lagi berkontak sama sekali dengan korban.

Korban kemudian menjalani pemeriksaan psikiatrikum. Pada Sabtu, 7 September harusnya korban kembali untuk pemeriksaan lanjutan, namun dia sudah tidak diperbolehkan oleh keluarga.

“Tanggal 11 September beredar informasi bahwa korban dibawa ke Jakarta, diinapkan di rumah salah seorang, dan akan dinikahkan dengan terlapor,” ujar Othe Patty.

Terkait kasus ini, Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS mendesak Polda Maluku segera berkoordinasi dengan Kapolda Metro Jaya untuk melacak keberadaan korban, dan lindungi korban dari intimidasi pelaku.

Pihak kepolisian juga diminta tetap melanjutkan proses hukum kasus TSA, segera periksa dan adili Bupati Malra atas kasus kekerasan seksual.

Pemerintah juga diminta segera menuntaskan aturan turunan UU TPKS dengan memastikan mekanisme koordinasi dan pemantauan implementasi UU TPKS antara pusat dan daerah, mekanisme layanan terpadu pusat antar pulau atau wilayah, serta mekanisme berjejaring untuk perlindungan korban.

Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS, juga mendorong LPSK segera mengintervensi kasus TSA dan berikan perlindungan bagi korban dan pendamping korban.

Penulis : Husen

**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow

No More Posts Available.

No more pages to load.