TERASMALUKU.COM,-AMBON-Marlin Mayaut dan Muid Tulapessy, dua terdakwa perkara korupsi pengelolaan Sisa Dana Siap Pakai (DSP) untuk Penanggulangan Bencana Alam Gempabumi Tahun 2019 pada BPBD Seram Barat yang rugikan negara Rp1 Miliar dihukum penjara masing-masing 7 dan 6 tahun.
Sidang pembacaan vonis hakim dilangsungkan Jumat (15/9/2023) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rahmat Selang.
Terdakwa Marlin merupakan mantan Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga bertindak sebagai PPK, sementara terdakwa Muid merupakan mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu.
Oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, kedua Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan diperbaharui dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Marlin Mayaut selama 7 tahun dan terdakwa Muid Tulapessy serta terdakwa Muid Tulapessy dengan pidana penjara 6 tahun,”kata Ketua Majelis Hakim.
Selain hukuman penjara 7 tahun, Terdakwa Marlin juga dihukum membayar denda sebesar Rp300 Juta subsidair 4 bulan kurungan serta diwajibkan membayar Uang Pengganti senilai Rp600 Juta subsidair 2 tahun penjara.
Sedangkan Terdakwa Muid Tulapessy, selain diganjar hukuman 6 tahun penjara, juga dihukum bayar denda sebesar Rp100 Juta subsidair 2 bulan kurungan serta Uang Pengganti sebesar Rp 400 Juta subsidair 1 tahun penjara.
Atas Putusan tersebut, baik Terdakwa maupun JPU Raimond Chrisna Noya nyatakan pikir-pikir.
Sebelumnya dalam sidang tuntutan, JPU menuntut terdakwa Marlin dengan pidana penjara selama 7 tahun dan enam bulan penjara (7,6) serta denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan penjara.
Sementara terdakwa Muid Tulapessy dituntut Jaksa enam tahun dan enam bulan penjara (6,6) plus denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Korupsi penyalahgunaan pengelolaan sisa DSP pada BPBD Kabupaten SBB untuk penanganan darurat bencana gempa bumi 2019 ini berawal dari bencana alam gempabumi yang mengguncang wilayah Seram Barat pada 26 September 2019 lalu hingga berakibat banyaknya kerusakan rumah atau bangunan penduduk sehingga Bupati menetapkan status tanggap darurat bencana.
Bupati SBB kemudian terbitkan Surat Nomor: 465.2/842 perihal Surat Permohonan Dana Tanggap Darurat Bencana Alam Gempa Bumi di Kabupaten SBB kepada Kepala BNPB RI.
Tanggal 30 September 2019, BNPB RI menerbitkan SK Nomor: 163.3 Tahun 2019 tentang Pejabat Pembuat Komitmen dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Penanganan Darurat Bencana dengan menetapkan Nasir Suruali selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan La Ucu selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) pada BPBD SBB.
Dalam perjalanannya, dilakukan pergantian PPK dan bendahara pengeluaran pembantu kegiatan bantuan DSP siaga darurat bencana melalui SK Bupati Nomor:990-32.a Tahun 2021 tanggal 26 Januari 2021 yang menetapkan Marlin Mayaut (BAP terpisah) selaku PPK dan Muid Tulapessy selaku bendahara pengeluaran pembantu.
BNPB mengalokasikan bantuan DSP sejumlah Rp37.310 miliar untuk membiayai empat komponen kegiatan dan anggarannya ada dalam rekening khusus BPBD Kabupaten SBB yang mana terdapat sisa DSP sejumlah Rp4.357 miliar yang berasal dari dana stimulan pembangunan rumah rusak.
Padahal dana tersebut seharusnya masih berada pada rekening khusus BPBD Kabupaten Seram Bagian Barat.
Kemudian Pemkab SBB menerbitkan Surat Nomor: 360/1119 tanggal 6 Agustus 2021 tentang Usulan Pemanfaatan Sisa Dana Siap Pakai untuk Biaya Operasional sejumlah Rp2.258 miliar, namun SK ini tanpa disertai persetujuan permintaan usulan penggunaan sisa DSP dari BNPB RI.
Pada Oktober 2021, Marlin Mayaut bersama-sama terdakwa Muid Tulapessy dan Azis Sillouw melakukan pencairan sisa Dana Siap Pakai sejumlah Rp1 miliar.
Dari hasil pencairan sisa DSP sejumlah Rp1 miliar tersebut, dilakukan pembagian untuk keduanya dimana terdakwa Marlin mendapatkan Rp600 juta dan Muid Rp400 juta.
Selanjutnya BNPB RI membalas surat usulan pemanfaatan sisa DSP untuk biaya operasional melalui surat Nomor: S.1401/BNPB RI/SU/RR.01/11/2021 tanggal 16 November 2021, intinya menolak permintaan pemanfaatan sisa DSP untuk biaya operasional karena tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.
Surat penolakan dari BNPB RI terbit pada tanggal 16 November 2021 yang saat itu sudah terlanjur dilakukan pencairan dan sudah dihabiskan, sehingga tidak bisa mengembalikan sisa DSP tersebut ke kas negara.
Penulis : Ruzady Adjis
**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow