TERASMALUKU.COM,-AMBON– Masalah tapal batas di semenanjung Tanjung Sial, Maluku, tak kunjung selesai. Setiap datang pemilu, warga dihadapkan dengan dua pilihan, pilih Maluku Tengah atau Seram Bagian Barat.
Sebagian warga di sana ada yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda. Bahkan ada yang masih trauma akibat menjadi korban kekerasan, khususnya di Dusun Lauma Kasuari.
Siang itu di musim penghujan matahari akhirnya menampakkan wajahnya. Kami akan menuju Dusun Lauma Kasuari pada 21 Agustus 2024.
Wilayah di Tanjung Sial Pulau Seram ini merupakan anak dusun dari negeri Asilulu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (Pulau Ambon).
Pada 2019, Lauma Kasuari pernah diserbu oleh anak adat dari negeri Asilulu. Mereka kesal setelah tahu sebagian warganya lebih memilih mencoblos di TPS Kabupaten Seram Bagian Barat (selanjutnya disingkat menjadi SBB), ketimbang Maluku Tengah. Sejumlah rumah dibakar dan dirusak. Warga bahkan diancam keluar dari Lauma Kasuari apabila masih memilih Pemerintah SBB.
Satu-satunya akses ke Lauma Kasuari adalah dengan menggunakan perahu bermesin tempel (speedboat). Kami berangkat dari Pelabuhan Tahoku, Negeri Hila, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.
Sial, saat itu sudah tidak ada lagi speedboat tujuan Lauma Kasuari. Beruntung, kami menemukan teman yang memiliki kenalan nahkoda speedboat tujuan Dusun Waiputih. Mereka bersedia menurunkan kami di sana. Sebab, tidak akses jalan darat dari Waiputih menuju Lauma Kasuari.
Waiputih sendiri merupakan anak dusun dari Negeri Larike, Kecamatan Leihitu Barat. Daerah ini bertetangga dengan dusun Lauma Kasuari yang dipisahkan oleh tebing bebatuan karang.
Di semenanjung Tanjung Sial, ujung Pulau Seram bagian barat ini terdapat 6 dusun yaitu Wailapia, Waiputih, Lauma, Kasuari, Tihulesi, dan Dusun Waeyasel. Secara administratif, 6 dusun ini milik 4 negeri/desa induk yang berada di Kecamatan Leihitu dan Leihitu Barat, Maluku Tengah.
Konon, wilayah ini adalah pemberian dari pemegang tampuk kekuasaan yaitu Gimelaha Ruhobongi dan dilanjutkan oleh Gimelaha Bassi, terhitung 1600 –1656. Warga mengenalnya dengan sebutan nama Kapitan Gamagi. Wilayah semenanjung tanjung sial diberikan sebagai hadiah pasca perang huamual. Dusun Wailapia dan Waiputih diberikan kepada negeri Larike. Dusun Lauma dan Kasuari untuk negeri Asilulu. Sementara dusun Tihulesi diberikan kepada negeri Ureng, dan dusun Waeyasel untuk negeri Wakasihu.
Perang Huamual dikenal sebagai upaya masyarakat mengusir penjajah Portugis yang masuk sekitar tahun 1500-an. Kala itu, Kerajaan Luhu meminta bantuan untuk mengusir penjajah. 4 negeri dari Jazirah Leihitu yaitu Negeri Asilulu, Ureng, Larike, dan Wakasihu ikut membantu.
Perlawanan sengit berhasil mengusir penjajah dari tanah Huamual. Atas bantuan perang itu, Kapitan Gamagi memberikan hadiah berupa wilayah di semenanjung Tanjung Sial. Dulu mungkin hanya berupa tanah kosong.
Kami akhirnya menumpangi speedboat dengan panjang kurang lebih 7 meter, dan lebar sekitar lebih dari 1 meter jurusan Waiputih. Bermesin tempel 4 unit masing-masing berukuran 40 PK, speedboat berwarna putih biru ini berlayar dengan cuaca lautan yang cukup bersahabat.
Hampir 2 jam perjalanan ke sana. Dan kurang lebih 500 meter saat akan tiba di tepian pantai dusun Lauma Kasuari, kami disambut hujan gerimis. Kami diturunkan di tepian pantai berbatu dan speedboat itu kembali berlayar menuju Waiputih.
Saat tiba di bawah talud penahan ombak, tidak terlihat aktifitas masyarakat di pesisir pantai dusun Lauma Kasuari sekira pukul 13.45 WIT. Kami kemudian menyapa seorang anak perempuan menanyakan rumah kepala dusun. Dengan sukarela, anak ini pun mengantar saya bersama seorang teman.
Di depan rumah kepala dusun, tampak seorang kakek berusia kurang lebih 80 tahun duduk di teras rumah. Ia tidak mengenakan baju.
Karena tidak ada jawaban dari dalam, anak perempuan yang mengantar kami akhirnya masuk mencari kepala dusun, namun tidak ditemukan.
Kami sempat dibuat bingung, kala kakek yang kemudian diketahui merupakan mertua kepala dusun ini mengaku kalau menantunya bukan kepala dusun.
Karena hujan mulai turun, kami memilih berteduh di teras rumah berwarna hijau ini. Kurang lebih 15 menit, kepala dusun pun akhirnya keluar dari dalam rumah dengan wajah layaknya orang baru bangun tidur.
“Maaf beta tertidur. Kalian siapa?” tanya Adam Kaimudin, Kepala Dusun Lauma.
Setelah mengetahui kami adalah jurnalis, Adam kemudian mempersilahkan masuk ke dalam rumah. Di dalam ruang tamu berukuran kurang lebih 3×2 meter ini, tampak sejumlah foto anggota TNI AD terpajang menghiasi dinding rumah tersebut.
“Saya baru tujuh bulan diangkat sebagai kepala dusun Lauma,” kata pria 60 tahun ini.
Dusun Lauma Kasuari kini sudah dibagi menjadi dua wilayah sejak tahun 2024. Lauma dan Kasuari memiliki kepala dusun masing-masing.
Sebanyak 113 Kepala Keluarga (KK) mendiami dusun Lauma. Daerah ini mayoritas berasal dari suku Buton, Sulawessi Tenggara.
“Kalau jumlah pemilih di sini 300 lebih. Jumlah ini sudah campur dengan panitia (pemilihan umum),” kata Kaimudin.
Sejak dulu dusun Lauma selalu condong ke Kabupaten Maluku Tengah. Meski sempat ada iming-iming akan mendapat bantuan dari pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat (Selanjutnya disingkat SBB). Bahkan pada Pileg 2024, sejumlah calon anggota DPRD kabupaten SBB sempat masuk bersosialisasi di sini.
“Baru baru ada calon anggota DPRD perempuan yang datang ke sini. Namun saya tolak, karena di sini wilayah kabupaten Maluku Tengah,” katanya.
Tak lama berselang, Kaimudin pergi memanggil tokoh perempuan atau Kepala Jojaro, Ica Wance, 45 tahun dan tokoh pemuda dusun Lauma, Hadis, 36 tahun.
“Katong lebih memilih Maluku Tengah daripada SBB. Kalau pengurusan administrasi akses ke SBB lebih jauh,” kata Ica Wance.
Akses transportasi saat pengurusan administrasi seperti KTP, KK dan lainnya, lebih dekat ke Maluku Tengah daripada SBB.
Ke SBB, warga harus naik speedboat menuju pelabuhan Tahoku di Hila. Selanjutnya kembali naik speedboat ke negeri Luhu, kecamatan Huamual. Kemudian naik mobil atau ojek ke Piru. Biaya dikeluarkan sangat mahal.
Kalau di Maluku Tengah, warga hanya sekali naik speedboat ke pelabuhan Tahoku, selanjutnya naik mobil atau ojek ke kantor kecamatan di Hila atau ke negeri Asilulu. Biaya yang dikeluarkan lebih murah.
“Katong sanang di Maluku Tengah, karena aksesnya mudah dan dekat,” tambah Ica yang juga dibenarkan oleh Hadis.
Persoalan yang dihadapi di dusun Lauma saat ini adalah ketersediaan air bersih. Mereka kini kesulitan air bersih setelah pipa air banyak yang bocor atau rusak.
Untuk mendapatkan air bersih, warga harus menyiapkan pipa air sepanjang 5 km. Akses air bersih berada di puncak batu karang yang berada di daerah Waeputi.
“Kami berharap pemerintah dapat mengatasi kesulitan kami saat ini yaitu air bersih,” harapnya.
Sekira pukul 15.48 WIT, kami pamit dari kepala dusun untuk menuju Kasuari. Tidak ada kendaraan sepeda motor di sana. Saya sempat melihat bak penampung yang debit air yang keluar sangat kecil.
Untuk menuju dusun Kasuari, kami berjalan mengikuti jalan setapak yang lebarnya sekitar 1 meter. Jalan ini dibangun Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah. Panjangnya kurang lebih 1015 meter.
Di tengah perjalanan, kami disuguhi pemandangan indah dengan tebing-tebing karang yang menjulang tinggi di sisi kanan. Sementara di sisi kiri terlihat cantik gugusan pulau tiga yang ditutupi awan hitam, pertanda akan turun hujan.
Melintasi jalan setapak harus ekstra hati-hati. Banyak tumbuhan lumut yang hidup membuat ruas jalan ini licin dan rawan jatuh. Bahkan, teman saya harus merasakan sakit setelah terpeleset jatuh.
Kurang lebih 1 jam kami akhirnya memasuki pemukiman warga Kasuari. Di ujung perkampungan, terdapat bangunan Puskesmas yang tak lagi terurus. Atapnya tampak rusak dan banyak rumput ilalang tumbuh menutupi bangunan berwarna putih itu. Bangunan ini sepertinya tidak pernah digunakan saat didirikan.
Saat memasuki perkampungan tampak seorang pria sedang memahat semang perahu menggunakan parang. Kami pun mendekat dan menanyakan rumah kepala dusun Kasuari.
Setibanya di depan rumah kepala dusun, seorang ibu mempersilahkan kami masuk menunggu di teras rumah. Saat itu kepala dusun sedang ke hutan memetik cengkih.
Kurang lebih 1 jam menunggu, La Alimin Wagola, Kepala Dusun Kasuari akhirnya tiba. Awalnya Alimin mengira kami dari kantor kementerian agama.
Setelah mengetahui kami adalah jurnalis, Ia kemudian menawarkan kami bermalam di rumahnya. Pasalnya, tidak ada lagi speedboat yang dapat dipakai untuk kembali ke pelabuhan Tahoku.
Dusun Kasuari sendiri saat ini dihuni oleh 135 KK dengan jumlah pemilih sebanyak kurang lebih 519 orang. Di dusun ini sempat memiliki 2 kepala dusun. Satu untuk desa Luhu Kabupaten SBB, dan satunya lagi untuk desa Asilulu, kabupaten Maluku Tengah. Hingga saat ini masih ditemukan DPT ganda.
Oleh Komnas HAM perwakilan provinsi Maluku, ditemukan 32 nama pemilih ganda pada Pemilu Presiden dan Legislatif tahun 2024. Setiap orang memiliki 2 KTP baik kabupaten Maluku Tengah maupun SBB.
Alimin tidak menampik sejak dulu ada sejumlah warga Kasuari yang masuk kependudukan SBB. Bahkan, sejumlah warga masih tercatat di data KPU SBB hingga saat ini.
“Dulu ada 100 lebih (yang masuk SBB), kemudian turun 51, sekarang tinggal 36 orang,” ungkap Alimin.
Terungkapnya puluhan orang warga Kasuari yang masih terdaftar pada DPT SBB, setelah Bawaslu provinsi Maluku melakukan pengawasan coklit di dusun itu pada 12 Juli 2024. Ditemukan 35 warga terdaftar di DPT SBB.
“Namun mereka semua sudah tandatangan (pernyataan) di hadapan Bawaslu untuk masuk Maluku Tengah,” tambah pria 52 tahun ini.
Alimin seakan takut berbicara mengenai permasalahan data ganda di Kasuari. Ia masih trauma dengan kejadian sebelumnya.
“Dulu memang iya (ada dua KTP), tapi sekarang mereka tidak mau lagi. Beta sudah bilang ke ibu Bawaslu agar jangan lagi persulit masyarakat, kasihan, mereka sudah ke Maluku Tengah, tapi nama mereka masih ada di SBB,” jelasnya.
Pada Pemilu Presiden dan Legislatif tanggal 14 Februari 2024, KPU SBB membawa kotak suara. Sebab masih ada warga yang terdaftar di KPU SBB.
“Saya sudah bilang jangan lagi, tapi mereka tetap bawa satu kotak suara. Dan saat itu tidak ada warga yang coblos. Yang coblos mereka sendiri (panitia),” tambah Alimin.
Tak lama kemudian terjadi mati lampu PLN. Kejadian ini sudah dianggap biasa oleh warga Kasuari. Saat mati lampu, setiap rumah langsung menyalakan senter dan lampu pelita.
Kami pun menemui seorang warga yang pernah menjadi korban kekerasan tahun 2019. Ia meminta namanya agar tidak disebutkan, dan kemudian menceritakan kisah yang menyayat hati. Ia menjadi korban karena menjadi warga SBB.
Lelaki berusia sekitar 50-an tahun ini meminta Pemerintah Kabupaten SBB maupun Maluku Tengah untuk menyelesaikan persoalan tapal batas. Sebab, kepentingan pemerintah hanya justru mengorbankan masyarakat.
“Pada tahun 2019 itu beta pung rumah yang hancur. Beta keluar dengan pakaian di badang dengan beta pung keluarga,” kata dia pada malam di saat lampu PLN tak kunjung menyala.
Pasca kejadian itu, korban mengaku telah melaporkan kepada pihak kepolisian maupun Bupati SBB. Sayangnya, hal itu sia-sia, bahkan bantuan sepeserpun tidak ada untuk menyambung hidup maupun memperbaiki rumahnya.
“Beta lapor ka polisi, bupati (SBB) tapi seng ada bantuan sepeserpun untuk beta. Dari situ beta sadar bahwa selama ini katong berbuat korbannya katong sendiri,” ungkapnya.
Saat melihat rumah hancur, korban sangat menyesal. Ia kembali berupaya mencari uang untuk membangunnya. Tidak ada bantuan sama sekali untuk dirinya.
Korban mengisahkan mengapa memilih SBB. Ia sempat melakukan foto untuk pembuatan KTP Maluku Tengah. Sudah dua kali foto tapi KTP tak kunjung selesai.
Kemudian perekaman KTP juga dilakukan oleh pemerintah SBB yang datang di dusun Kasuari. “Memang saat itu tidak ada iming-iming mau dapat apa-apa, keinginan beta hanya ingin mendapatkan KTP. Kemudian beta deng keluarga foto, dan nama sudah ada di SBB,” jelasnya.
Setelah perekaman, korban baru ketahui apabila nama sudah terdaftar di SBB maka tidak bisa lagi mengurus di Maluku Tengah. “Beta kira KTP ini bisa bikin dimana saja, padahal elektrik ini berbeda dengan KTP biasa. Beta ingin punya KTP karena kerja proyek jadi butuh KTP,” tambahnya.
Hal yang sama juga disampaikan korban lainnya. Keinginan mereka saat itu hanya ingin mendapatkan KTP elektronik. “Katong awalnya bukan ingin masuk SBB, tapi ingin punya KTP,” tambah korban lainnya.
Saat ini para korban telah pindah domisili dan memiliki KTP Maluku Tengah. Mereka trauma dengan kejadian sebelumnya yang tidak diperhatikan saat menjadi korban. “Kami minta Pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini, jangan biarkan berlarut-larut, segera tuntaskan agar masyarakat tidak menjadi korban,” ungkapnya.
KALAU PILIH SBB MAKA PINDAH KE WILAYAH SBB
Sempat bermalam, esok paginya kami meninggalkan dusun Kasuari. Menggunakan speedboat yang ukurannya lebih kecil dari sebelumnya, kami berangkat menuju dusun Lauma. Speedboat yang kami tumpangi mengambil penumpang lainnya.
Cuaca pagi itu kurang bersahabat. Beruntung kami tiba dengan selamat di pelabuhan Tahoku. Tak butuh waktu lama, kami kemudian mengambil sepeda motor yang dititipkan di rumah teman. Ia mendiami kawasan Pasar Tahoku.
Gerimis mengawal kami bergerak menuju kantor Pemerintah Negeri Asilulu. Di tempat itu, Raja Asilulu tidak berada di tempat. Dia dilaporkan sedang berada di Kota Ambon. Kami pun diarahkan menuju rumah Sekretaris Pemerintah Negeri Asilulu, Ali Mahulete.
Ali mengaku kepemilikan dusun Lauma dan Kasuari bukan baru sekarang. Wilayah di semenanjung tanjung sial ini sudah dimiliki sejak zaman penjajahan Belanda. Wilayah itu merupakan hadiah Perang Huamual. Daerah itu diberikan oleh Raja Luhu.
“Kalau sejarah Perang Huamual yang lebih tahu dari negeri Larike,” ungkap Ali di rumahnya Kamis (22/8/2024).
Persoalan tapal batas di sana mulai muncul setelah adanya pemekaran wilayah berdasarkan Undang-undang nomor 40 tahun 2003 tentang pemekaran Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur dan Kepulauan Aru.
“Kalau mau dilihat dari batang tubuh undang-undang sebenarnya tidak ada persoalan, namun persoalan itu berada pada lampiran tentang batas-batas wilayah,” ungkapnya.
Uji material telah dilakukan pemerintah Kabupaten Maluku Tengah ke Mahkamah Konstitusi, setelah diketahui kalau Pemerintah SBB telah mencaplok wilayah di sana. Kemudian putusan MK nomor 1, 2, dan 3 tahun 2010, memenangkan pihak penggugat yaitu Kabupaten Maluku Tengah.
“Tapi kemudian dalam Permendagri nomor 29 itu mengatur hal yang lain sehingga terjadi sengketa sampai saat ini,” katanya.
Pembangunan infrastruktur dasar di Dusun Lauma dan Kasuari hingga saat ini menjadi perhatian dari Pemerintah negeri Asilulu. Pembangunan talud penahan pantai hingga sarana pendidikan dan kesehatan menjadi perhatian.
“Persoalan-persoalan pembangunan yang ada di sana khususnya di wilayah petuanan Asilulu itu menjadi perhatian Kabupaten Maluku Tengah baik taludnya sampai dengan sarana prasarana dasar, sekolahnya, puskesmasnya, itu dibangun menggunakan anggaran Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah,” jelasnya.
Terkait DPT SBB dan Maluku Tengah, Ali mengaku saat ini tersisa 30 orang lebih yang namanya masuk dalam daftar pemilih pada Pilkada di SBB.
“Kita sudah melakukan pendekatan-pendekatan secara persuasif dengan warga di sana, dari yang awalnya ada sekitar 100-an sekarang tinggal 30 sekian,” ujarnya.
Ali Mahulete juga menyayangkan ada warga yang memiliki dua identitas baik KTP SBB maupun Maluku Tengah.
“Memang sebagian ada yang punya KTP SBB dan ada juga yang punya KTP ganda, dan kita sudah melakukan pendekatan agar tidak seperti itu, kalau memilih Maluku Tengah maka minta pindah domisili dari SBB sehingga tidak ada persoalan,” ucapnya.
Ia pun mengakui tahun 2019 masyarakat Asilulu melakukan aksi di Kasuari. Bahkan ada rumah yang dibakar dan dirusak massa.
“Ada satu warga yang jadi korban (2019) nanti melalui dana desa kami akan bangun rumahnya ulang di tahun 2024 ini. Namanya Darman Ely,” ungkapnya.
Pemerintah kabupaten SBB maupun Maluku Tengah diminta untuk mengedepankan kepentingan masyarakat ketimbang kepentingan lainnya untuk menyelesaikan persoalan tapal batas.
“Tanah-tanah di sana adalah tanah ulayat, tanah adat negeri, jangan jadikan masyarakat jadi korban. Kalau memilih untuk menjadi warga Kabupaten SBB, maka berpindah ke wilayah yang menjadi wilayah SBB, jangan kemudian tinggal di sana seperti adanya aneksasi wilayah. Dan kondisi di sana kalau dibiarkan itu akan menimbulkan konflik sosial,” sebutnya.
Ali Mahulete kemudian menghubungi Kasi Pembangunan Pemerintah Negeri Larike, Muhammad Thuni Laisouw. Ia meminta kami menemuinya untuk menanyakan mengenai sejarah Perang Huamual.
Negeri Larike sendiri memiliki dua dusun besar di tanjung sial. Yaitu dusun Wailapia dan Waiputih.
PERANG HUAMUAL
“Katong punya orang tua-tua dilibatkan juga dalam Perang Huamual, mereka ke sana berjuang melawan penjajah, berjuang sampai tumpah darah, bukan ke sana untuk bermain bola lalu dapat hadiah,” tegas M. Thuni Laisouw, saat ditemui di kediamannya di Larike.
Pernyataan tegas dari Thuni Laisouw ini menjawab pertanyaan sebagian warga terkait bukti pemberian wilayah di semenanjung tanjung sial.
“Bapak boleh bayangkan secara akal logika empat negeri yang jauh ini bisa mempunyai petuanan di sana, secara akal sehat tidak mungkin kalau tidak ada sejarah historisnya, ada sejarahnya dan itu sejarah perang,” ungkapnya.
Wilayah semenanjung tanjung sial dulunya merupakan milik Kerajaan Luhu. Saat ini menjadi negeri Luhu, Kecamatan Huamual, Kabupaten SBB.
Sekitar tahun 1500 – 1600-an datang bangsa Portugis lalu disusul Belanda. Selain menjajah dan mengambil hasil bumi masyarakat seperti rempah-rempah, para penjajah juga menyebarkan agama (Katolik-Portugis dan Protestan-Belanda). Kemudian terjadi perlawanan masyarakat yang dikenal dengan nama Perang Huamual.
Kapitan Gamagi meminta bantuan untuk berperang mengusir penjajah. 4 negeri dari jasirah Leihitu seperti Larike, Asilulu, Ureng dan Wakasihu ikut membantu. Para Kapitan dari 4 negeri pun menyeberang lautan menggunakan perahu. Mereka dipimpin oleh Kapitan Ramlani dari negeri Larike.
“Perang terakhir itu sampai di Pelita Jaya (wilayah SBB). Katong punya Kapitan namanya Ramlani, yang pimpin pasukan. Warga yang ikut berperang adalah yang punya power. Sebagian kembali dengan selamat dan sebagian meninggal. Mereka dikubur di atas bukit-bukit di sana,” tambahnya.
Banyak para leluhur dari negeri Larike, Asilulu, Ureng dan Wakasihu tewas di medan pertempuran. Mereka bertarung hanya mengandalkan tombak dan parang. Atas bantuan tersebut, Kapitan Gamagi memberikan hadiah berupa wilayah semenanjung tanjung sial. Pemberian hadiah ini disaksikan oleh Residen Belanda.
“Mereka berjuang untuk kepentingan negara ini, jadi bupati-bupati boleh mengklaim dengan berbagai alasan, tidak jadi masalah. Kalau mau bukti administratif silahkan pergi ke Belanda atau Portugis. Kita punya bukti faktual sudah ada, artinya jauh ketika transisi pemerintahan, orang Waiputih, Wailapia ketika lahir mereka punya KK masih di lembaran kertas berwarna kuning dengan alamat dusun Wailapia negeri Larike, jauh sebelum adanya pemekaran,” tegasnya.
Di kediaman M. Thuni Laisouw, datang Abd. Muthalib Ely. Ia merupakan mantan sekretaris negeri dan penjabat kepala pemerintah negeri Larike.
PEREBUTAN DANA DAU
Ia mengaku, persoalan sengketa lahan terungkap setelah adanya pencaplokan Dana Alokasi Umum (DAU) Maluku Tengah oleh Seram Bagian Barat. “Di situ baru Maluku Tengah tau bahwa SBB mengklaim wilayah-wilayah yang ada di semenanjung tanjung sial,” katanya.
Atas dasar pencaplokan itu, Pemerintah Negeri Larike, Asilulu, Ureng dan Wakasihu bersama Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah membawa permasalahan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010. Pihaknya menggugat Peraturan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) nomor 29 tahun 2010.
“Salah satu poin keberatan yaitu terkait dengan wilayah yang diambil. Batas SBB sebenarnya di Kali Tala, tapi dia klaim di Kali Mala sampai dengan tanjung sial dicaplok,” ungkapnya.
Saat sidang, MK memutuskan wilayah yang dicaplok oleh Pemerintah kabupaten SBB adalah milik Maluku Tengah. “Putusan MK wilayah itu dikembalikan ke Maluku Tengah. Dan semuanya sudah deal pada saat Bupati Yasin Payapo (Almarhum). Jadi batas Seram Bagian Barat itu di Kali Tala bukan Kali Mala,” tegasnya.
Mirisnya, sampai saat ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Pemerintah SBB masih mengeluarkan Kartu Keluarga (KK) dan KTP di sana. Oleh karena itu di Dusun Waiputih dan Wailapia terdapat 2 KK, baik SBB maupun Maluku Tengah.
“Mestinya dukcapil saling menyandingkan data supaya kita lihat. Kalau dia mau SBB, maka keluarkan dia dari Maluku Tengah, karena itu hak ulayatnya Larike. Hukum adat tidak bisa diganggu gugat, tidak bisa dirubah. Luhu sampai saat ini tidak bisa berbicara karena Luhu itu Kapitannya Gamagi yang menyerahkan wilayah-wilayah ini,” tambahnya.
Persoalan tapal batas kalau tidak diselesaikan maka berpotensi menimbulkan konflik sosial dan hal-hal yang tidak diinginkan. “Pemerintah harus jeli melihat persoalan ini. Karena setiap mau pemilihan persoalan ini selalu terjadi di sana,” katanya.
Terpisah, Raja Negeri Larike, Haves Lausepa, mengaku apabila melihat daripada batas-batas pemekaran kabupaten SBB, Huamual depan tidak ada dalam Peraturan Presiden (Perpres). Yang ada hanyalah Huamual belakang. Kalau misalnya Huamual depan tidak ada di dalam Perpres berarti masih menjadi bagian dari pada Maluku Tengah.
“Yang disebutkan hanyalah Huamual belakang itu daerah Luhu, Eti dan sekitarnya, sehingga dalam hal ini katong tetap masih berpatokan kalau wilayah itu merupakan wilayah Maluku Tengah,” katanya.
Sebelum pemekaran, sejumlah wilayah di semenanjung Tanjung Sial tidak pernah bertuan ke negeri Luhu. “Sehingga hal apa yang mendasari dong untuk ketika pemekaran dong harus pindah ke Luhu? Ini menjadi salah satu yang perlu digarisbawahi dari pemerintah pusat untuk bisa lebih menjelaskan tentang detail terkait dengan permasalahan ini,” harapnya.
Haves mengaku prihatin karena banyak sekali ditemukan NIK ganda. Banyak warga SBB yang mendapatkan KTP tidak berlaku. KTP yang dimiliki hanya untuk pengurusan ke pemerintahan kabupaten SBB. Namun saat dipakai untuk mencari kerja di luar, tes polisi dan mengajukan pinjaman di bank NIK mereka tidak berlaku atau tidak aktif.
“Sehingga dong harus memiliki dua identitas, identitas Maluku Tengah untuk melayani dong punya kebutuhan-kebutuhan formal, dan identitas Seram Bagian Barat untuk dukung kepentingan kepentingan mereka untuk dapat bantuan dari SBB,” ungkapnya.
Haves bercerita kalau dirinya merupakan salah satu Raja yang sering menyuarakan persoalan tapal batas ke Kapolda Maluku, Pangdam XV/Pattimura, Gubernur Maluku, hingga para Bupati.
Haves bahkan sempat menemui penjabat Raja Luhu di rumahnya untuk membahas terkait permasalahan tapal batas.
“Respon daripada pejabat Luhu positif sekali bahkan berbeda 180 derajat dengan kenyataan yang ada. Jadi dia tetap mengklaim bahwa daerah itu (Waiputih dan Wailapia) ya kalian punya daerah, silakan kelola jaga dengan baik, sementara mereka juga punya daerah sendiri,” ungkapnya.
37 WARGA KASUARI MASIH TERDATA DI KPU SBB
Meski 37 warga Kasuari telah menyatakan sikap untuk memilih di Kabupaten Maluku Tengah, namun KPU SBB tetap ingin memastikan hak konstitusi mereka sebagai warga negara. Pasalnya, sampai saat ini data mereka masih terdaftar di Dukcapil SBB.
“Untuk TPS di Lauma Kasuari itu jumlahnya ada sekitar 37 (orang pemilih),” kata Ketua KPU SBB, Abu Kasilaya, saat ditemui di kantornya, Selasa, 27 Agustus 2024.
Dari 6 dusun di semenanjung Tanjung Sial, hanya terdapat 2 dusun yang mayoritas penduduknya masuk Kabupaten Maluku Tengah. Di antaranya dusun Lauma, negeri Asilulu, dan dusun Tehulessy, negeri Ureng.
Sementara 4 dusun lainnya terdapat warga yang terdata sebagai orang SBB. Seperti dusun Waeyasel (Wakasihu) sejumlah 583 orang; Wailapia (Larike) 121 orang; Waiputih (Larike) 503 orang dan Kasuari (Asilulu) 37 orang. Warga yang terdaftar ini masuk desa Luhu, Kecamatan Huamual.
“Kami tetap akan memasang TPS misalnya di Lauma Kasuari, entah mereka mau gunakan hak pilih atau tidak, katong hanya memfasilitasi. Katong tetap menjaga hak konstitusi mereka sebagai warga negara,” tambahnya.
Abu menegaskan terkait sengketa tapal batas bukan kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Persoalan itu kewenangan Pemerintah Daerah.
“Kita hanya ditugaskan untuk bagaimana menjaga hak konstitusi sebagai warga negara dalam hal hak pilih mereka jadi di manapun mereka berada dan terdaftar secara dejure kita tetap melakukan pendataan,” pungkasnya.
Sayangnya, saat hendak menemui Kadis Dukcapil SBB, Julis Nahuway di kantornya, yang bersangkutan tidak berada di tempat. Sekretaris Dukcapil SBB yang ditemui pun enggan berkomentar. “Pak kadis sementara berdinas di Jakarta. Ia meminta agar menunggunya kembali,” kata Finez Irma Kippuw.
Selain Kadis Dukcapil, Kabag Hukum Pemkab SBB, Daniel Junus, juga sementara berada di Jakarta. “Pak Kabag sementara berada di Jakarta,” ungkap salah satu pegawai perempuan di ruangan kerja bagian hukum.
Sementara Kabag Pemerintahan Kabupaten SBB, Nasri, belum merespon pesan whatsapp yang dilayangkan Terasmaluku.com pada 28 Agustus 2024. Kami menanyakan mengenai status daerah semenanjung tanjung sial masuk SBB atau Maluku Tengah.
Selama dua hari kami berada di wilayah SBB. Selanjutnya bergerak menuju wilayah kabupaten Maluku Tengah menggunakan kendaraan sepeda motor. Kurang lebih 4 jam kami berkendara di musim penghujan. Beruntung jas hujan sudah disiapkan hingga tiba di Masohi, ibukota kabupaten Maluku Tengah sekira pukul 21.00 WIT.
Pada pagi 28 Agustus 2024, hujan deras kembali turun mengantar kami menuju kantor Dukcapil Maluku Tengah. Di sana, Kadis Dukcapil juga tidak ditemui karena sedang berada di Jakarta.
Sama halnya dengan Kabag Pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah. Kami akhirnya mewawancarai R.A Launuru, pengawas penyelenggara urusan pemerintahan, setda Maluku Tengah.
Launuru mengaku hingga saat ini belum ada surat ataupun dokumen yang menyatakan tentang perpindahan maupun pencaplokan dari kabupaten SBB ke Maluku Tengah terkait dusun-dusun di tanjung sial.
“Jadi memang beta rasa sampai sekarang wilayah Tanjung Sial masih (masuk) wilayah kabupaten Maluku Tengah, begitu juga penduduknya masih Maluku Tengah. Tapi kalau di lapangan katong kurang tau, mungkin ada penduduknya yang sudah pindah KTP,” ungkapnya.
SITUASI DI TANJUNG SIAL TIDAK BAIK-BAIK SAJA
Setelah dua malam berada di kota Masohi, kami kembali ke Ambon. Kali ini mengambil jalur pendek dengan menumpangi kapal Fery dari pelabuhan Ina Marina, Masohi.
Kami pun menemui Komnas HAM perwakilan provinsi Maluku yang berkantor di kawasan Air Salobar, Kota Ambon, 3 September 2024.
Saat bertemu dengan Plt Kepala Kantor Komnas HAM Maluku, Anselmus Sowa Bolen di ruang kerjanya, dia mengaku situasi dan kondisi di semenanjung Tanjung Sial sedang tidak baik-baik saja.
Hal itu disampaikan karena pihaknya sempat turun melakukan pengawasan saat Pemilu Presiden dan Legislatif pada 14 Februari 2024.
“Memang warga di sana saat masuk situasi seperti itu mereka tidak nyaman sekali apalagi ada teror-teror dari pemerintah Negeri, jadi memang kemarin kita tim turun termasuk saya dan beberapa teman memang kami ada temuan (data ganda),” ungkapnya.
Komnas HAM melakukan pemantauan pra Pemilu sejak 13 Februari. Ini dilakukan di dusun Lauma Kasuari untuk melihat kesiapan dari penyelenggara dalam melaksanakan Pemilu.
Pemantauan tapal batas sendiri baru dilakukan tahun 2024. Ini dilakukan mengacu pada peristiwa-peristiwa yang sebelumnya terjadi di tahun 2019. Banyak peristiwa kekerasan terjadi di Lauma Kasuari sampai pada pembakaran rumah kepala dusun.
“Tanggal 13 Februari kita koordinasi dengan Kapolres (Ambon) dan Kapolres sampaikan bahwa ada Wa yang beredar dari Raja Asilulu yang menolak pendirian TPS 034,” katanya.
TPS 034 milik kabupaten SBB. Ada 54 orang pemilih. Setelah mendapatkan informasi itu, Komnas HAM berkoordinasi dengan Raja Asilulu.
“Kami menjelaskan yang namanya hak konstitusional dijamin dalam konstitusi dengan alasan apapun tidak boleh dicegah tidak boleh dibatasi dari TPS 034 harus tetap didirikan terlepas dari sengketa tapal batas sengketa lahan,” katanya.
Selain itu, Komnas HAM juga menemukan 32 orang data ganda. Mereka memiliki 2 KTP baik SBB maupun Maluku Tengah. Termasuk Darmin Ely, yang menjadi korban kekerasan tahun 2019.
“Saat dilacak ada nama nama yang sama sekitar 23 orang salah satunya Darmin. Yang membedakan misalnya Ely atau Elly pakai L satu dan L dua atau I atau Y. Kalau lihat dari nama terindikasi DPT ganda. Dari hasil temuan itu kita periksa ke Maluku Tengah ternyata memang ada nama-nama yang sama,” ungkapnya.
Temuan ini kemudian dikoordinasikan dengan Bawaslu. Komnas HAM menyerahkan hasil temuan. “Di Wailapia juga pasti ada DPT ganda. Waeputi juga begitu. Karena waktunya sempit kita hanya ambil sampel di dusun Lauma Kasuari saja,” tambahnya.
Pemantauan yang dilakukan Komnas HAM untuk memastikan hak konstitusi masyarakat terjamin, siapapun dia. “Kita harap pilkada ke depan berjalan baik, aman jangan sampai pada pemilu sebelumnya terulang kembali,” harapnya.
Ketua Bawaslu Provinsi Maluku, Subair, mengaku pihaknya telah melakukan pengawasan di wilayah Tanjung Sial. Ia mengaku wilayah ini masih jadi sengketa antara Kabupaten SBB dengan Maluku Tengah. “Sebenarnya di beberapa dusun itu relatif lebih aman, jadi warga keluar masuk. Kita masih punya masalah di Lauma Kasuari,” ungkapnya.
Ia menyampaikan pada Pemilu Pilpres dan Pileg, KPU mendirikan TPS di situ karena ditemukan 56 pemilih terdaftar sebagai pemilih SBB. “Bawaslu harus memastikan bahwa KPU harus menjaga hak pilih warga negara berapapun jumlahnya,” ungkapnya.
Kala itu ada surat pernyataan dari Raja Asilulu yang akhirnya mengizinkan pendirian TPS SBB di dusun Kasuari. Syaratnya, jika tidak ada pemilih yang mencoblos maka saat Pilkada 2024 tidak boleh ada lagi TPS SBB yang didirikan di sana.
“Ternyata betul TPS di Dusun Lauma Kasuari itu tidak ada satu pun (warga) yang coblos. Yang coblos hanya KPPS 7 orang, ditambah pengawas TPS 1 orang, 2 pihak keamanan, dan ditambah utusan dari Komnas HAM,” kata Subair sambil tertawa.
Kendati begitu, untuk Pilkada nanti masih saja ditemukan sejumlah warga di dusun Kasuari yang juga terdaftar dalam DPT SBB. Bawaslu pun melakukan coklit di sana, dan para warga membuat pernyataan bahwa mereka tidak bersedia dicoklit sebagai warga SBB.
“Bagi kami surat pernyataan itu tidak ada artinya, karena tugas kita adalah memastikan jika dia warga negara yang sah dengan administrasi kependudukan maka dia harus tetap dicatat sebagai pemilih karena menjadi pemilih di daftar pemilih itu, bukan atas dasar persetujuan dari pemilihnya tetapi dari data kependudukannya,” tambahnya.
Persoalan ini menjadi dilema bagi Bawaslu sebagai pengawas pemilu. Di satu sisi ada pernyataan dari Raja dan ada fakta bahwa ada tidak orang yang mencoblos, tapi di sisi lain Bawaslu wajib menjaga hak pilih warga negara.
“Ini juga sudah kita bicarakan dengan berbagai pihak termasuk dengan KPU, BINDA, Kapolda, dan Pj Gubernur. Kita akan lakukan rakor terkait dengan jalan keluarnya, karena bagaimanapun kita wajib menjaga hak pilih warga negara, tetapi di sisi lain kita wajib menjaga keamanan dan ketertiban,” jelasnya.
Banyak kasus terjadi di wilayah Tanjung Sial, seperti pembakaran rumah, maupun perusakan TPS. “Kita bersyukur karena dari beberapa dusun yang tersisa hanya dua dusun Lauma Kasuari untuk Maluku Tengah dan Luhu untuk SBB,” ujarnya.
Persoalan di Kasuari hingga saat ini belum ditemukan solusi final. Subair bahkan mengaku saat pertemuan dengan Kapolda, telah menawarkan agar mereka yang terdata di wilayah SBB tetap difasilitasi. Seperti menyediakan TPS tetapi bukan ditempatkan di dusun Kasuari. “Tapi kita harus memikirkan bagaimana cara memfasilitasi mereka untuk ke TPS itu,” katanya.
Merujuk pada perlindungan hak pilih, mereka yang terdaftar sebagai pemilih harus mendapatkan TPS di daerah tempat tinggalnya. “Nanti soal mereka memilih atau tidak kan urusan mereka, karena memilih bukan kewajiban tapi hak. Kita memang belum sampai membicarakan hal itu secara final dan kita harap itu diinisiasi oleh pemerintah daerah,” harapnya.
POTENSI KTP GANDA
Tak hanya persoalan itu, Bawaslu juga menemukan masalah lain di sana. Yaitu potensi KTP ganda. “Memang secara administrasi kegandaan itu agak susah ditemukan tapi de facto kita menemukan ada orang yang memiliki dua KTP,” tambahnya.
Persoalan ini menjadi kerawanan tersendiri. Ketika seseorang tidak terdaftar sebagai pemilih dalam DPT, maka dia bisa menjadi pemilih dengan status Daftar Pemilih Khusus atau DPK. Di mana dia akan memilih cukup dengan menunjukkan KTP.
“Orang yang punya dua KTP itu kan berpotensi untuk memilih lebih dari satu kali. Satu dengan atas dasar dia sebagai pemilih di DPT, dan satu dengan atas dasar dia memiliki KTP elektronik. Ini memang masalah yang agak rumit dan kita tidak bisa mendeteksi itu,” ujarnya.
Persoalan ini akan dibicarakan dengan KPU. Bawaslu sudah beberapa kali lakukan diskusi dan juga perlu dibahas bersama dinas Dukcapil kedua daerah maupun provinsi. “Karena berkali-kali disampaikan bahwa dengan sistem administrasi penduduk sekarang ini hampir mustahil terjadi kegandaan data, tapi kita menemukan di lapangan ada data ganda,” tambahnya lagi.
Hal ini ditemukan saat seseorang mengubah huruf saja, maka akan berbeda antara SBB dengan Maluku Tengah. “Memang agak rumit,” cetusnya.
Pada 4 dusun di semenanjung tanjung sial (Wailapia, Waiputih, Kasuari dan Waeyasel) Subair akui berpotensi terjadi kegandaan. Ia sempat menemukan warga yang melakukan pengurusan mutasi KTP dari SBB ke Maluku Tengah. Masalahnya yaitu ketika penduduk tersebut mendapatkan KTP baru, tapi KTP lama tidak ditarik.
“Saya sempat protes, saya bilang tidak boleh begini karena KTP lama tidak ditarik berarti dia masih sah berlaku,” jelasnya.
KTP yang tidak ditarik dapat disalahgunakan. Pemiliknya masih bisa memilih sebagai pemilih DPK. Selain dapat berdampak pada ancaman pidana apabila seseorang memilih lebih dari satu kali, di TPS yang sama bisa terjadi PSU. “Ini yang memang akan kita bahas terus-menerus. Dan kalau di Kasuari masalahnya kompleks karena terkait gangguan dan ancaman kekerasan ada potensi intimidasi warga,” pungkasnya.
Berdasarkan rekapitulasi DPT pada Pemilihan Umum Tahun 2024 Kabupaten Maluku Tengah, jumlah DPT di 6 dusun di Tanjung Sial sebanyak 4.162 orang. Terdiri dari pemilih laki-laki 2.103 orang dan perempuan 2.059 orang.
Pengamat politik, Said Lestaluhu, meminta kepada para pihak terkait agar wilayah-wilayah di perbatasan perlu ada pengawasan khusus. Sebab di wilayah ini akan ada potensi yang bisa menimbulkan kerawanan misalnya seperti identitas ganda.
Sengketa tapal batas dapat dimanfaatkan aktor-aktor politik untuk saling mempengaruhi. Ini semata untuk kepentingan mereka. “Wilayah di semenanjung tanjung sial ini sangat rawan sekali karena ada aktor-aktor politik untuk bertarung untuk saling memanfaatkan,” katanya saat dihubungi melalui telepon genggamnya pada 9 September 2024.
Kondisi seperti itu butuh kesiapan dari segenap penyelenggara untuk memastikan bahwa misalnya pemilih yang sudah ditetapkan dalam DPS, harus diverifikasi dengan baik jangan sampai kemudian penetapan DPT.
“Jadi harus ada semacam early warning system deteksi dini tentang peluang-peluang itu yang kemudian jangan sampai hal yang sekecil itu atau apapun namanya bisa menimbulkan konflik di kemudian hari,” harapnya. (***)
Artikel ini diproduksi dalam kerangka proyek UNESCO Social Media 4 Peace, yang didanai oleh Uni Eropa. Hasil liputan jurnalistik ini menjadi tanggung jawab penerbit, tidak mencerminkan pandangan UNESCO atau Uni Eropa
Penulis : Husen Toisuta
**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow