Asa warga Pulau Geser Maluku Kala Menanti Akses Digital Yang Merata

oleh
oleh
Salah satu rumah warga di Pulau Geser, Provinsi Maluku, Selasa (10/12/2024). ANTARA/Bayu Saputra

Pulau Geser, Provinsi Maluku-Di sudut Indonesia timur, Pulau Geser menjadi permata kecil dengan panorama bahari yang menawan serta kisah historis sebagai bagian dari jalur rempah dunia.

Berjarak sekitar 180 kilometer (km) dari Kota Ambon, Maluku, pulau ini dikenal sebagai salah satu penghasil tanaman pala dan cengkeh. Meski tak sebesar pulau-pulau utama seperti Ambon atau Buru, Pulau Geser sempat memainkan peran strategis dalam jaringan perdagangan rempah semasa era kolonial Belanda berkat lokasinya yang terletak di Laut Seram.

Namun, tatkala hampir 8 dekade Indonesia telah merdeka, Pulau Geser masih dihadapkan pada tantangan mendasar, khususnya terkait infrastruktur listrik dan internet. Kondisi ini mencerminkan ironi modernisasi yang hadir setengah hati, di mana masyarakat paham istilah digitalisasi, namun belum sepenuhnya menikmati.

Internet jadi harapan baru yang belum sempurna

Bagi warga Pulau Geser, akses terhadap internet menjadi salah satu pendorong roda ekonomi lokal. Seperti yang dirasakan Suci (43), seorang pedagang baju dan sepatu di Pasar Geser.

Pagi itu Suci berdiri di kios kecil miliknya sambil menata dagangannya dengan cermat. Di antara tumpukan sepatu dan pakaian, sebuah gawai pintar (smartphone) tergeletak menjadi saksi bukti modernisasi yang sudah dirasakan masyarakat.

Ia bercerita, sebetulnya masyarakat sudah dapat mengakses internet, namun hanya pada waktu tertentu. Beberapa kilometer dari permukiman warga memang tampak menara base transceiver station (BTS) telah kokoh berdiri, yang mengartikan seharusnya jaringan internet sudah terpancar dengan merata untuk digunakan masyarakat Pulau Geser.

Akan tetapi biasanya, simbol balok penanda sinyal pada gawai mulai timbul sekitar pukul 18.00 Waktu Indonesia Timur (WIT) malam, sampai dengan sekitar pukul 10.00 WIT pagi. Adapun pada siang sampai sore, jaringan internet tiba-tiba hilang tanpa diketahui sebabnya. Suci mengingat, ada masanya masyarakat dapat mengakses internet 24 jam penuh kendati sudah ada setahun pengalaman itu tak dirasakannya lagi.

Sebagai pedagang, ia menuturkan betapa dirinya dan warga lain sangat terbantu saat dapat mengakses internet. Dulu sebelum mengenal internet, Suci harus mengarungi lautan menuju Kota Ambon dengan menempuh perjalanan laut sekitar 26 jam demi membeli stok barang dagangan. Perjalanan melelahkan itu memakan waktu seharian penuh, menguras tenaga, dan menggerus keuntungan. Belum lagi, dirinya perlu mengeluarkan uang untuk biaya transportasi, biaya penginapan ketika di Ambon, hingga biaya pengiriman barang.

Kemudian internet mengubah hal tersebut. Dengan internet, ia mengandalkan kanal-kanal niaga elektronik (e-commerce) untuk membeli stok baju dan sepatu dari kota-kota besar seperti Ambon, untuk kemudian dikirim ke Pulau Geser yang nantinya ia jual lagi di pasar.

BACA JUGA :  Wakil Ketua DPRD SBB Dilaporkan ke Polda Maluku Terkait Perkosaan

Meskipun internet di pulau ini hanya tersedia dari malam hingga pagi, Suci tetap bersyukur. Setidaknya dengan koneksi internet yang ada pada malam hari, ia bisa memesan barang dari toko daring (online), menghemat waktu, dan biaya meskipun harus bersabar menunggu jaringan yang kerap hilang tiba-tiba.

“Sekarang beli barang enggak usah lagi ke Ambon. Lewat online shop, saya bisa pesan langsung untuk nanti dikirim. Meskipun kadang pas mau pesan barang, jaringan hilang. Kalau sudah begitu, saya harus tunda sampai malam berikutnya,” keluhnya.

Biaya dan waktu yang dulu terbuang untuk perjalanan kini dapat dihemat, meskipun tantangan jaringan yang belum stabil masih menjadi kendala utama.

Starlink solusi sementara di tengah keterbatasan

Kondisi geografis Pulau Geser yang terpencil menjadi salah satu penyebab utama terbatasnya akses listrik dan internet. Ketergantungan pada pembangkit listrik lokal dengan kapasitas terbatas membuat layanan listrik acap kali tidak stabil.

Selain itu, tingginya biaya logistik untuk pengangkutan material ke pulau ini juga menghambat pengembangan infrastruktur telekomunikasi yang lebih andal. Apalagi, laju pengiriman barang via laut sangat bergantung pada kondisi cuaca.

Pun, teknologi internet yang tersedia belum sepenuhnya mumpuni. Keterbatasan infrastruktur menyebabkan koneksi yang lambat dan tidak konsisten sehingga akses internet hanya bisa dinikmati pada jam-jam tertentu. Di tengah keterbatasan ini, teknologi penyedia jaringan satelit seperti Starlink mulai diperkenalkan sebagai alternatif.

Sebagai informasi, Starlink merupakan layanan internet satelit yang dikembangkan oleh SpaceX, perusahaan teknologi milik Elon Musk. Starlink menggunakan jaringan satelit yang mengorbit rendah di bumi (low Earth orbit/LEO) untuk menyediakan akses internet ke berbagai wilayah di dunia, termasuk daerah terpencil.

Seperti halnya Lusi (40), pemilik salah satu toko kelontong di Pulau Geser melihat peluang dalam keterbatasan ini. Dengan modal alat pemancar satelit Starlink yang ia beli dengan harga promo Rp4,6 juta, Lusi menawarkan layanan internet berbayar bagi warga.

Di toko kecilnya yang selalu ramai, anak muda hingga orang tua berbarengan mengakses internet dengan biaya Rp5 ribu untuk akses internet seharian. Suasana di tokonya pun dipenuhi obrolan tentang tren-tren video terkini, atau barang yang hendak dibeli via online.

“Saya lihat peluang ini besar. Kalau warga punya akses internet lebih luas, mereka bisa berbuat banyak, bahkan untuk usaha mereka sendiri,” kata Lusi.

BACA JUGA :  Warga Malteng Ini Terima Penghargaan Anugerah Warisan Laut

Menghubungkan Pulau Geser ke dunia

Internet nyaris menjadi kebutuhan pokok di era kiwari ini. Ia merajut jarak, menautkan mereka yang terpisah oleh samudra dan benua, sekaligus menghadirkan dunia dalam genggaman sekecil layar gawai. Kehadirannya tak hanya menjadi medium komunikasi, tetapi di balik layar-layar gawai itu, tersimpan denyut ekonomi, peradaban, hingga mimpi-mimpi baru yang berkelindan dengan algoritma.

Tak terbatas hanya untuk mengembangkan bisnis atau komunikasi, bagi generasi muda, akses internet turut memiliki peran signifikan dalam membantu pendidikan di Pulau Geser.

Dengan internet, siswa dan guru dapat mengakses bahan ajar digital seperti e-book, video pembelajaran, hingga kursus daring dari platform pendidikan nasional maupun internasional. Hal ini sangat membantu mengatasi keterbatasan buku cetak dan materi ajar di sekolah setempat.

Kemudian, siswa juga dapat memanfaatkan internet untuk mempelajari keterampilan abad ke-21, seperti desain grafis hingga pemasaran digital. Keterampilan ini membuka peluang pekerjaan baru tanpa harus meninggalkan pulau.

Dengan akses internet yang lebih baik, sektor pendidikan di Pulau Geser diharapkan mampu berkembang hingga memberikan harapan dan peluang baru.

Meskipun demikian, tantangan infrastruktur dan stabilitas internet yang terbatas di Pulau Geser masih menjadi hambatan. Solusi seperti penggunaan teknologi satelit, investasi dari pemerintah dan swasta, hingga pelatihan literasi digital perlu ditingkatkan guna memastikan internet benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi pendidikan di pulau ini.

Meski Starlink menawarkan secercah harapan, solusi jangka panjang masih membutuhkan dukungan yang lebih luas. Kolaborasi antara Pemerintah, penyedia layanan, dan komunitas lokal sangat penting untuk membangun infrastruktur yang berkelanjutan. Bagi Suci dan Lusi, hadirnya akses internet yang merata dan tersedia selama 24 jam penuh adalah impian yang mereka gantungkan pada masa depan. Mereka berharap, dengan internet yang stabil, ia dapat memperluas jangkauan bisnisnya, menjual produknya tidak hanya di Pasar Geser tetapi juga melalui platform daring ke kota-kota lain.

Pulau Geser adalah gambaran kecil dari tantangan yang dihadapi banyak wilayah 3T (tertinggal, terluar, dan terdepan) di Indonesia. Modernisasi telah hadir, tetapi belum sepenuhnya memadai.

Dengan komitmen bersama, Pulau Geser dapat jadi contoh bagaimana teknologi mampu menjadi pendorong utama pembangunan ekonomi masyarakat kepulauan. Hingga hari itu tiba, kreativitas dan semangat warga Geser tetap menjadi penggerak utama. Internet bukan sekadar alat bagi mereka; ini adalah harapan akan masa depan yang lebih baik.

 

Oleh Bayu Saputra/Antara
Editor : Achmad Zaenal M

No More Posts Available.

No more pages to load.