Liminalitas, Kandang, dan Palungan
Tinggal seminggu lebih kita akan tiba pada masa perayaan Natal. Dalam menjelang masa raya itu, seakan umat kristen diantar untuk memasuki ruang liminal menuju ruang kelahiran kembali. Istilah liminal berasal dari kata limen yang berarti ambang batas, atau ruang antara (Gennep, 1960). Istilah liminal merujuk pada ritus-ritus transisi antara ritus-ritus perpisahan dari dunia lama, menuju pada upacara-upacara penahbisan memasuki dunia baru.
Ruang Liminal memberi kesempatan jeda, menyediakan momen reflektif, dari mana kita bermula, di mana kita sekarang, dan hendak ke mana. Dengan melewati proses refleksi diri ini, manusia diharapkan kembali ke titik awal kehidupan, terlahir ke dunia sebagai buah cinta kasih, yang diharapkan dapat menumbuhkembangkan cinta kasih serta bermakna bagi sesama.
Perayaan Natal adalah warna-warni kehidupan, karena perjalanan kita baik itu sebagai individu maupun komunal, dimulai lagi dari titik awal setelah ziarah iman yang penuh ketegangan dan melewati liku-liku kehidupan sepanjang tahun ini. Dalam fase-fase itu, kontradiksi susah (masalah, kehilangan, atau guncangan kehidupan) dan senang menyatu. Hal yang negatif dalam kehidupan bukanlah realitas yang kekal, yang kekal adalah pemeliharaan Tuhan. Segala negatif dalam berbagai bentuknya akan terelakan dalam sebuah kebaikan, baik di dunia keseharian, maupun dalam keyakinanan iman. Karena itu, perayaan-perayaan natal yang ditandai dengan minggu-minggu adventus, adalah ungkapan kebatinan bahwa kisah tentang kelahiran sang Bayi yang menjadi Juruselamat membawa harapan, bahwa dalam susah dan senang Ia akan tetap menyertai.
Perayaan Natal merupakan moment khusus dalam ibadah umat Kristen, karena aneka simbol menjadi dekorasinya, seperti kandang, palungan, bintang Daud, dan lain sebagainya. Dalam berbagai dekorasi natal masa kini, ketika saya beberapa kali melayani natal, kandang dan palungan menjadi figur-figur standar dalam cerita natal. Injil Lukas memberi laporan yang agak berbeda dengan dekorasi-dekorasi yang tadi telah disebutkan. Konkritnya Lukas tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa Yesus dilahirkan dalam sebuah kandang (luk 2:7). Penyebutan kain lampin dan palungan yang membuat kita ambil kesimpulan bahwa Yesus lahir di kandang (Miller, 2003). Pendapat umum di kalangan warga gereja adalah, tempat kelahiran Yesus adalah kandang domba. Kalau Alkitab diperiksa dengan seksama Yesus tidak dilahirkan di kandang domba. Ia dilahirkan di ruang tempat para pelancong mengikat keledai mereka. Tempat keledai itu biasanya terletak di dekat losmen tempat para peziarah beristirahat (Brown, 1995). Kelahiran di tempat penitipan keledai diperkuat oleh dua tanda yang disampaikan oleh malaikat yaitu palungan dan lampin.
Menurut Yesaya 1:3 palungan adalah tempat makan keledai, sementara menurut Yehezkiel 16:4 lampin adalah kain-kain kusal dan kumal dipunggung keledai yang berfungsi sebagai alas duduk. Natal yang menjadikan kandang sebagai dekorasi yang khas, dilatar belakangi oleh Fransiscus dari Asisi yang menjelang tiga tahun sebelum kematiannya, pada tahun 1223 Ia memutuskan untuk merayakan pesta kelahiran Bayi Yesus di Graccio-Italia dalam semangat keugahariaan, tidak boros dan sederhana, serta menumbuhkan semangat devosi. Hal tersebut bertujuan agar perayaan natal tidak bersifat pesta pora, dalam rangka itulah Ia kemudian mengajukan permohonan kepada tahta suci, setelah diberi ijin, maka palungan disediakan, jerami dibawa masuk dan seekor lembu jantan serta keledai diarak ke tempat itu (Timo, 2005). Itu adalah hasil imajinasi dari Fransiscus yang bertolak dari Yesaya 11:1-9. Setelah itu, sambil berdiri dekat palungan Ia berkhotbah kepada umat tentang kelahiran Raja Miskin yang penuh kasih sayang, yang Ia beri nama sebagai Kanak-Kanak Bethlehem (Eijk, 1995). Demikianlah sejak saat itu dekorasi perayaan natal menghadirkan, kandang, palungan dan berbagai ornament.
Ketamakan Vs Kain Lampin di tengah perayaan Natal
Peringatan Natal merupakan moment pengingat bahwa jalan spritualitas-keagamaan adalah cinta kasih menuju mata air kebahagiaan, tetapi apakah kebahagiaan bisa diraih dengan memenuhi kesenangan gairah konsumsi dan gaya hidup, menjajal segala penampilan hingga flexing di media sosial. Menimbun harta tanpa batas, hingga memburu hasrat kuasa seperti mengejar jabatan dan syahwat kuasa, yang tak kenal usia. Padahal jika berkaca dari kisah kelahiran sang bayi, baju pertama yang dikenakan oleh Yesus adalah kain lampin. Sebagaimana kain lampin yang telah saya jelaskan pada bagian sebelumnya, membantu kita untuk memahami bahwa kain lampin bukanlah kain yang diberikan kepada bayi yang baru lahir, akan tetapi sebagai kain penutup punggung keledai.
Lampin berarti kain pertama yang dikenakan oleh Yesus ketika menjalani hidup duniawinya. Kalau, kain lampin ini dipahami secara teologis alasannya hanya sederhana saja yaitu sebagai peneguhan status sebagai anak-anak Allah, karena Firman telah menjadi manusia (Yoh 1:1-18), dan di dalam dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia (Yoh 1:4), itu berarti perayaan natal adalah suatu kesediaan untuk menjalani seluruh rentetan hidup dengan mengenakan kain lampin sebagai komitmen hidup untuk melayani, rela menderita bahkan dicemoh karena kebenaran, kesediaan untuk mematikan kemanusiaan lama, sehingga kita dilayakan menjadi anak-anak Allah.
Karena itu perayaan natal perlu maknai dengan sebagai tindakan berbela rasa terhadap keroncong perut yang kosong, supaya kita mengerti apa rasanya perih akan rintihan kelaparan. Natal perlu dimaknai sebagai kesanggupan untuk memberi dan meraih makna hidup. Tidak cukup makan sendiri, tetapi lebih bermakna apabila bisa berbagi makanan kepada sesama. Natal bukan ajang untuk menunjukan harta, kuasa dan jabatan, melainkan sebaliknya memaknai jabatan adalah anugerah Tuhan untuk bisa melayani harapan banyak orang.
Merayakan Natal dengan ketamakan yang hanya berorientasi pada diri sendiri, dan segelintir orang untuk mendapatkan pujian sia-sia, maka akan mengeringkan air mata kebahagiaan dan Tuhan tidak dipermuliakan. Namun natal sejatinya harus menghadirkan harapan, agar terus berbagi kasih sayang dengan sesama demi kelahiran musim kebahagiaan. Selamat mempersipakan diri menyambut Natal Kristus 25 Desember 2024. Semoga natal bisa menjadikan kita lebih besar dari diri sendiri terhubung dengan realitas kehidupan yang ada disekitar kita, menciptakan kehidupan yang lebih bermakna bagi kebahagiaan hidup bersama. Tuhan memberkati kita semua.
Penulis: Pdt. Marcho David Pentury
**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow