Ramadhan, Pra Paskah, Atheis dan Indeks Persepsi Korupsi

oleh
oleh
Pendeta Rido Kwalomine, M.Si, Ketua Jemaat GPM Labuha Klasis Pulau Bacan Halmahera Selatan Maluku Utara

HARUM wangi Ramadhan semakin dekat. Rindu orang tua, sanak saudara dan teman-teman menyeruak dirasakan oleh para perantau untuk pulang menikmati takjil perdana bulan puasa. Kidung padang pasir yang menggema menambah sukacita sekaligus membungkus kegalauan para pemudik yang tertahan karena terhimpit elit “ekonomi sulit” yang mendera. Setidaknya gempita Ramadhan dapat mengobati rasa kecewa rakyat se-nusantara akibat ketahuan adanya hilirisasi Pertalite yang dioplos menjadi Pertamax.

Ramadhan dan Pra Paskah tahun ini memang menarik. Mereka berdua berjalan bergandengan tangan pada waktu yang bersamaan. Di Menara-menara Masjid suara adzan akan menggema bersamaan waktu dengan pencanangan masa Pra Paskah yang digelar pada hari terakhir bulan ini.

Setidaknya di tahun ini, Bulan Ramadhan dan Masa Pra Paskah berjalan romantis memberi pesan perenungan tentang hakekat hidup manusia. Ramadhan adalah perjuangan. Perjuangan untuk mengendalikan hawa nafsu dan keserakahan duniawi. Ramadhan menganjurkan pengendalian diri. Mengendalikan emosi dan syahwat ingin menang sendiri. Ramadhan juga menekankan tentang pentingnya berbagi. Berbagi kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar. Berbagi di masa Ramadhan adalah sebuah konsep populis yang lahir dari nurani manusia bahwa di setiap harta yang dimiliki ada hak orang miskin yang dititipkan oleh Sang Pemberi Berkat. Konsep berbagi atau menyantuni di Bulan Ramadhan adalah konsep populis tapi tidak berorientasi mencari popularitas, tidak untuk kepentingan elektabilitas atau sekedar untuk mendapatkan pengakuan publik.

Berbagi di Bulan Ramadhan adalah etikabilitas kehidupan. Mensyukuri, menikmati dengan saling berbagi. Jauh lebih besar nilainya dari pada sekedar MBG yang membebani uang negara namun ribuan orang dirumahkan karena penghematan yang tak mendasar.

Ramadhan akan dijalani selama 29-30 hari ke depan. Puncaknya dirayakan sebagai hari kemenangan atau Idul Fitri karena telah berlatih diri dan mengendalikan diri menguasai hawa nafsu, keinginan daging dan egoisme.

BACA JUGA :  DLHP Pemkot Ambon Susun Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Spirit Ramadhan dan Pra Paskah memiliki arti yang sangat penting bagi umat pemeluknya. Dalam Kekristenan, Masa Pra Paskah atau Minggu Sengsara akan dijalani selama 7 pekan untuk merenungi Penderitaan Kristus, Kematian-Nya dan Berpuncak pada Paskah sebagai hari Kebangkitan-Nya.

Merujuk pada tradisi gereja, masa minggu sengsara juga dilakukan dengan berpuasa. Puasa itu dilakukan selama 40 hari. Kendatipun dalam Kekristenan puasa tidak diperintahkan tetapi bisa dilakukan asal tidak terlihat. Cara menjalankannya pun bebas.

Dalam artikel No. 397 pada ajaran gereja GPM, ada sedikit penjelasan tentang puasa. Puasa dalam Alkitab bukan hanya menghindari atau menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menghindarkan diri dari melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki Tuhan. Puasa juga berarti penyesalan dan pertobatan untuk kembali ke jalan yang Tuhan kehendaki. Dengan demikian, berpuasa merupakan tindakan untuk menaklukkan diri sepenuhnya di bawah kehendak Tuhan (Lebih jelas dapat dilihat pada Ajaran Gereja).

Sooo… Ramadhan dan Pra Paskah mengingatkan manusia untuk kembali ke jati dirinya. Menyadari diri sebagai manusia berdosa. Merenung akan kebesaran dan kebaikan Sang Pencipta. Ramadhan dan Pra Paskah hendaknya mengingatkan kita bahwa Negara yang berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa ini masakan harus kalah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dengan negara-negara atheis yang zero toleransi dan bersih dari KKN.

Sebagaimana diketahui bahwa Skor IPK Indonesia pada tahun 2024 mengalami peningkatan 37/100 dari tahun sebelumnya yang berada di angka 34/100 dan menempatkan negara Ber-Ketuhanan ini berada di posisi 99 dari 180 negara. Tapi apa iya, negara ini harus kalah dengan praktik Korupsi ditengah-tengah lautan manusia Indonesia yang semuanya memiliki agama ini? Malu dong dengan negara yang tidak Ber-Ketuhanan namun IPK-nya tertinggi. Denmark dan Finlandia misalnya. Mereka atheis tapi IPK-nya di angka 90 dan 87.

BACA JUGA :  Mantapkan Kesiapan Pilkada, Kapolres Malra Kunker di Tiga Polsek Kei Besar

Sebagai perbandingan, negara dengan IPK terendah adalah Somalia dengan skor 11, berikut Venezuela dengan skor 13. Indonesia di angka 37 (tahun 2024) sedangkan skor tertinggi dimiliki oleh Denmark. Singapura, negara Asia Tenggara adalah yang tertinggi ke tiga dengan skor 83. Singapura adalah negara yang 31,1% warganya adalah Buddha.

Indonesia…. Negara yang paling kuat praktik beragamanya. Ada 6 agama yang mendapatkan pengakuan negara untuk dicantumkan di KTP. Tapi di negara ini pula, menjadi lahan subur bertumbuhnya korupsi dan praktek tipu-tipu yang sporadis. Kapan akan berakhir? Allahualam.

Semoga ada perenungan mendalam di Bulan Ramadhan dan Masa Pra Paskah ini.

Oleh: Pendeta Rido Kwalomine, M.Si, Ketua Jemaat GPM Labuha Klasis Pulau Bacan Halmahera Selatan Maluku Utara

**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow

No More Posts Available.

No more pages to load.