Catatan Dari Buru Selatan Oleh: Rudy Rahabeat, Pebelajar Antropologi

oleh
oleh
Rudy Rahabeat

Otonomi daerah diniatkan untuk mengatasi kesenjangan (disparitas) antar wilayah dan mempercepat kesejahteraan sosial. Fakta membuktikan, masih butuh jalan panjang dan nafas panjang untuk mewujudkan niat mulia itu dalam spirit moto lolik laden fedak fena, satukan hati membangun negeri.

Kabupaten Buru Selatan terbentuk 21 Juli 2008 dengan ibukota Namrole. 16 tahun yang lalu ada semangat dan tekad yang membumbung tinggi untuk mewujudkan Buru Selatan maju dan sejahtera. Pemerintah dan masyarakat terus berjuang bahu membahu, walau kita sama tahu mantan Bupati Buru Selatan akhirnya masuk penjara. Semua ini menjadi jejak sejarah sekaligus pengalaman berharga bagi pemimpin saat ini dan ke depan menegaskan komitmen dan konsistensi membawa Buru Selatan kepada masa depan yang cerah, bukan gelap.

Untuk pertama kali saya tiba di Buru Selatan April, 19 April 2025. Dari Ambon menggunakan pesawat Trigana Air dengan waktu tempuh 30 menit. Tiba di bandara Namrole cuaca cerah. Istirahat sebentar di desa Wainono, sebelum kemudian dengan mobil melintasi jalan darat beraspal hotmix menuju Leksula, kecamatan tertua di pulau Buru. Di beberapa titik ada kerusakan jalan. Menempuh jarak lebih dari 40 kilometer hampir dua jam tiba Leksula. Cuaca hujan lebat dan Leksula kena banjir. Lepas dari kantor depan Camat melewati pekuburan umum hingga di gereja tua Huma Barkate air menggenang dan banjir semata kaki. Rumah-rumah penduduk cukup padat.

Seorang pendeta dibawa ke gereja untuk acara pelepasan. Pendeta Recky Solissa (47 tahun), anak negeri dan jemaat Leksula. Ia meninggal di Namrole. “Mestinya saya yang duluan, tapi justru anak saya yang duluan” ungkap ayahnya Bernadus Solissa (81 tahun) sambil menangis. Pensiunan guru yang melayani di berbagai desa Buru Selatan ini tidak dapat menutupi rasa sedih dan kehilangan mendalam. Tiga orang anak lainnya dua orang menjadi polisi dan satu anak perempuannya menjadi Guru meneruskan jejak ayah terkasih. Wakil Bupati Buru Selatan, Gerson Silsilly bersama istri hadir dalam pemakaman Pendeta Reky. Selaku Majelis Pekerja Harian Sinode GPM saya hadir untuk melepaskan jenazah almarhum Pdt Recky yang adalah Pegawai Organik Gereja Protestan Maluku.

Dalam percakapan bersama Wakil Bupati ada visi dan tekad kuat bersama Bupati saat ini, La Hamidi untuk mempercepat pembangunan Kabupaten Buru Selatan, di antaranya infrastruktur jalan . “Jalan dari Leksula ke Mepa dan seterusnya akan diupayakan, tentu dengan kerjasama dengan pemerintah pusat dan pihak terkait. Dana APBD tentu terbatas” ungkap alumni Fakultas Ekonomi UKIM ini. Turut bersama dalam percapakan ringan itu Ketua Klasis GPM Buru Selatan, Pdt Seles Hukunalla dan Pdt.Em. Anes Teslatu.

Kami kembali ke Namrole sore hari. Pada Minggu subuh saya melayani perayaan Paskah di Jemaat GPM Wainono Kamlanglale. “Umat pasti senang jika dari Sinode dapat melayani” ungkap Pdt Kiky Lopulalan-Tasidjawa, Ketua Majelis Jemaat GPM Wainono Kamlanglale didampingi Pdt Beny Lesnussa, Pendeta Jemaat. “Kristus bangkit, jalani hidupmu dengan tidak gentar” itulah tema Paskah GPM tahun 2025. Umat diberi penguatan agar tetap kuat dan tidak gentar menjalani hidup walau tantangan datang silih berganti, bagai ombak panggel ombak. Iman umat harus makin kokoh di tengah badai persoalan dan terus berjuang untuk menghadirkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan.

Tiket pesawat sudah dipesan untuk Senin kembali ke Ambon. Tetapi kemudian dibatalkan dengan alasan yang tidak terlalu jelas. Kami akhirnya mengambil jalan darat menuju pelabuhan Namlea. Dibutuhkan waktu tiga jam dari Namrole ke Namlea. Jalan beraspal hotmix walau ada beberapa titik yang masih dibangun jembatan. Kami juga melewati lokasi pembangunan Bendungan Waeapo di Buru Utara. Ini adalah bendungan terbesar di Maluku yang dibiayai oleh pemerintah pusat. Bendungan ini akan mengari puluhan hektar sawah dan menjadi lumbung pangan Maluku bahkan Indonesia. Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa dalam wawancaranya di KompasTv menyebutkan bendungan ini bersama Blok Masela dan Ambon Integrated Port sebagai tiga proyek strategis nasional (PSN) di Maluku.

Saat kapal cepat bertolak dari pelabuhan Namlea menuju Ambon pulau Buru terlihat bagai bidadari yang sedang tidur. Pulau terbesar kedua di Maluku ini terus berbenah. Utara dan Selatan hanya penanda arah mata angin dan penanda administratif. Sejatinya kedua kabupaten ini secara kultural memiliki ikatan sejarah dan budaya yang saling berkelindan. Olehnya ketika Kabupaten Buru sebagai kakak makin maju maka adiknya kabupaten Buru Selatan perlu terus ditopang untuk berjalan bersama dan maju bersama-sama. Maju bersama dalam spirit kemalukuan dan keindonesiaan yang adil dan sejahtera. “Butuh sinergitas dan kolaborasi” ungkap Dedy Seleky, Ketua AMGPM Daerah Buru Selatan.

Kiranya otonomi daerah benar-benar menjadi instrumen politik antropologis yang signifikan untuk mewujudkan kesejahteraan di berbagai wilayah tanah air Indonesia termasuk Buru Selatan. Maju terus kabupaten Buru Selatan, raih kemajuan dan kesejahteraan dalam satu hati membangun negeri. Muan Modan (RR).

No More Posts Available.

No more pages to load.