Demi menyempurnakan Program PRONA (Program Nasional Agraria), yaitu program pendaftaran tanah sistematis yang dilaksanakan sejak tahun 1981, dan juga menanggapi keluhan masyarakat atas lamanya proses penerbitan sertipikat tanah, maka Pemerintah pada tahun 2016 kembali melaksanakan Program sejenis yang bernama “Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)”, yaitu Program dimana Masyarakat Indonesia dapat menikmati kemudahan melakukan proses menyertipikatkan surat tanah secara serentak dan ekonomis. Program ini dilaksanakan dengan tujuan untuk melakukan percepatan pendaftaran tanah bagi Masyarakat Indonesia, dan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan serta pembangunan ekonomi, dikarenakan Sertipikat Hak Milik (SHM) adalah salah satu bukti kepemilikan dengan nilai yang lebih tinggi daripada bukti kepemilikan lainnya. Program PTSL dilaksanakan oleh Menteri ATR/BPN berdasarkan Peraturan Menteri No. 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden No 2 tahun 20181.
Dengan berjalannya Program PTSL ini, Masyarakat didorong untuk menyadari pentingnya mendaftarkan tanah, mengingat masih banyak sekali tanah-tanah yang sudah dikuasai bertahun-tahun namun pemilik tanah tidak memiliki bukti kepemilikan yang jelas. Dalam hal ini, terdapat beberapa pertanyaan menyangkut PTSL ini, yang pertama adalah, Apa saja keuntungan dan kendala yang ada dalam pelaksanaan program PTSL ini, dan yang kedua adalah, Apakah Program PTSL ini sudah berjalan efektif dan sesuai target. Dengan adanya PTSL ini juga diharapkan Seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan keadilan dan kepastian hukum karena Sertipikat Hak Milik yang dimiliki adalah bukti kuat atas kepemilikan tanah.
PTSL atau proses sertipikasi tanah ini adalah wujud implementasi dari kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat. Selain itu nantinya masyarakat yang telah mendapatkan sertipikat dapat menjadikan sertipikat tesebut sebagai modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.
Terdapat 4 (empat) faktor keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan, yaitu (1) Komunikasi, (2) Sumber daya, (3) Disposisi, dan (4) Struktur Birokrasi.
Pertama Komunikasi dibutuhkan untuk peningkatan kepahaman program oleh pemangku adat dan masyarakat serta adanya tingkat kesadaran dari masyarakat akan pentingnya hak atas tanah sebagai kepastian hukum agar terhindar dari konflik dan kasus sengketa tanah.
Kedua Sumber daya juga sangat penting terkait dalam fungsi pemerataan pelaksanaan Program, semakin meratanya sumber daya yang dikerahkan, maka semakin merata juga program tersebut dan semakin tinggi juga tingkat keberhasilan program.
Kemudian ketiga, Disposisi atau sikap pelaksana dalam beberapa wilayah juga mempunyai dispostsi yang baik, Hal ini dapat dilihat dari bentuk sikap,dilapangan dalam menghadapt setiap kasus tanah yang berbeda-beda ketika proses pengukurannya. Selanjutnya,
Selanjutnya yang ke empat adalah Struktur Birokrasi, dirasa sudah efektif dikarenakan tugas sudah dibagi dalam masing-masing tim kerja, sehingga terlihat jelas bahwatim kelompok yang melaksanakan bagian kerja mereka, bekerja secara efektif dan efisien dengan tidak menghambat kordinasi antar pelaksana.
Sehingga faktor struktur birokrasi itu dapat dikatakan sudah lebih fleksibel. Secara garis besar, Masyarakat dan Pemerintah memiliki peran penting dalam melaksanakan Program PTSL ini karena keduanya dituntut secara aktif menjalankan program ini demi keberhasilan dan kesuksesan bersama, Pihak Pemerintah memiliki target sedangkan Pihak Masyarakat memperoleh keuntungan berupa kepastian hukum dari kepemilikan Sertipikat tersebut.
Dalam implementasinya, PTSL dilaksanakan sejak tahun 2016 dan berhasil menerbitkan sertipikat sebanyak 55,9 juta hektare tanah dengan persentase 79,5% dari total target 70 juta hektare. Upaya penyelesaian akan dilakukan bertahap dari sisa 14,4 juta hektareatau sekitar 20,5% yang belum tersertipikasi dalam beberapa tahun ke depan. Proses menyertipikatkan tersebut dilaksanakan kurang lebih 9 juta hingga 11 juta bidang per tahun sejak tahun 2016, namun karena Pemerintah mengalami kesulitan dalam mengurus sisalahan, maka pada tahun 2025 target mengalami efisiensi sebanyak 1,5 juta bidang dimana tahun sebelumnya mencapai 3 juta bidang.
Dimana selanjutnya dilakukan secara bertahap dengan harapan pada tahun 2030 sudah mendekati persentase 90% pemetaan dan sertipika tanah di Indonesia.
Kemudian dalam implementasinya, Program PTSL juga memiliki kendala dalam pelaksanaannya, yaitu mengenai Pajak Tanah (PPh dan BPHTB terhutang), sumberdaya manusia, sarana dan prasana, permasalahan tanah absentee, kelebihan maksimum dan tanah terlantar, masalah pengumuman data fisik dan data yuridis, masalah penerapan asas kontradiktur delimitasi dan pembuktian hak. Permasalahan-permasalahan tersebut berpotensi sengketa salah satu penyebabnya adalah kedudukan Peraturan Menteri ATR/Ka. BPN No. 6 Tahun 2018, apabila di tinjau dalam teori hierarki peraturan perundangundangan mempunyai derajat yang lebih rendah dibandingkan dengan pengaturan permasalahan yang telah diuraikan di atas.
Di sisi lain isi dalam Peraturan Menteri ATR/Ka. BPN No. 6 Tahun 2018 terdapatpertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Misalnya, ketentuan mengenai Pajak Tanah (PPh dan BPHTB) terhutang diatur dalam UU berserta peraturan pelaksananya bahkan adanya pertentangan dengan Perda, kemudian masalah pengumuman data fisik dan data yuridis pertentangan dengan PP No. 24 Tahun 1997 yang mengatur pengumuman dengan waktu 30 hari sedangkan dalam peraturan menteri 14 hari, bahkan masalah Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah di sebagian daerah sudah mengaturnya dalam perda.
Program PTSL yang sudah berjalan 8 tahun dari tahun 2017 hingga saat ini, Pemerintah berhasil menerbitkan hampir 60 juta hektare (79,5%) dari total target 70 juta hektare, yang berarti bahwa pemerintah serius dalam menjalankan apa yang menjadi tujuan dibuatnya Program ini, yaitu demi Pertumbuhan Ekonomi dan Kepastian Hukum bagi seluruh Warga Indonesia. Program ini diharapkan dapat berlanjut hingga target tercapai, dan diharapkan masyarakat dapat terpuaskan dan dapat bertumbuh berkat berjalannya Program PTSL ini.
Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan program PTSL juga harapannya dapat diuraikan juga dengan cara memperkuat dasar hukum pelaksanaan PTSL dengan PP, dengan cara merevisi/menganti PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan/atau pelaksanaan PTSL diatur tersendiri dalam PP, sehingga derajat hukum pelaksanaan PTSL lebih tinggi dengan Peraturan Menteri. Karena secara asas peraturan perundang-undangan dapat diterapkan beberapa yaitu: pertama, Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yaitu peraturan yang khusus dapat menyampingkan peraturan yang umum dan ketentuanketentuan dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut.
Penulis : Muhammad Firza, Rizki Ikrar Prihatanto, Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Pancasila, 2025.
**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow