Pendidikan bukan hanya soal apa yang diajarkan di kelas, melainkan juga bagaimana hasil belajar itu diukur secara adil dan akurat. Selama ini, banyak kita jumpai ketimpangan penilaian antara satu sekolah dengan sekolah lain. Nilai rapor yang menjadi patokan utama seringkali tidak bisa dibandingkan secara objektif karena standar penilaian yang berbeda-beda. Situasi ini menimbulkan keraguan dan ketidakadilan, terutama saat proses seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.
Untuk menjawab persoalan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar Dan Menengah (Kemendikdasmen) telah memperkenalkan sebuah inovasi bernama Tes Kemampuan Akademik (TKA). Tes ini diatur secara resmi dalam Peraturan Mendikdasmen No. 9 Tahun 2025 dan dijadwalkan akan mulai digelar secara nasional pada November 2025. TKA hadir bukan sebagai pengganti sistem yang sudah ada, melainkan sebagai pelengkap yang mampu memberikan pengukuran capaian akademik siswa secara lebih terstandar, adil, dan objektif.
Penerapan TKA memiliki dasar yang kokoh dari berbagai aspek. Secara yuridis, keberadaan TKA sudah ditegaskan melalui peraturan resmi pemerintah yang memberikan payung hukum kuat untuk pelaksanaan tes ini. Dari sisi historis, TKA merupakan jawaban atas tantangan yang sudah lama dihadapi pendidikan Indonesia, yaitu tidak adanya alat pengukuran capaian akademik yang seragam dan bisa dipercaya di seluruh Indonesia. Secara filosofis, TKA lahir dari prinsip keadilan dan kesetaraan, yang menjadi fondasi utama pendidikan bermutu. Dalam konteks sosial, ketimpangan penilaian antar sekolah selama ini kerap menimbulkan ketidakadilan bagi siswa, terutama ketika penilaian rapor yang digunakan sebagai acuan seleksi sering kali berbeda standar. Dengan TKA, diharapkan siswa dari berbagai latar belakang memiliki kesempatan yang setara dalam menunjukkan kemampuan mereka.
TKA bukanlah pengganti Ujian Nasional ataupun Asesmen Nasional, dan tentu saja tidak mengurangi peran guru dalam menilai capaian belajar siswa. Sebaliknya, TKA dirancang sebagai pelengkap yang mampu mengisi celah evaluasi dengan memberikan hasil pengukuran capaian akademik secara nasional dan standar. Tes ini akan mengukur kemampuan akademik siswa pada mata pelajaran tertentu sesuai jenjang pendidikan. Misalnya, pada jenjang SMA dan SMK, TKA akan menguji Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, serta dua mata pelajaran pilihan lain sesuai jurusan siswa. Untuk jenjang SD dan SMP, TKA menguji Bahasa Indonesia dan Matematika.
Keunggulan TKA adalah sifatnya yang opsional dan tidak menentukan kelulusan siswa. Dengan begitu, proses kelulusan tetap berdasarkan penilaian guru yang memahami kondisi siswa secara langsung. Namun, hasil TKA akan menjadi referensi tambahan yang kredibel dalam seleksi masuk perguruan tinggi maupun sebagai alat untuk memperkuat mutu ujian sekolah. Selain itu, TKA juga mendukung pendidikan nonformal dan informal melalui penyetaraan hasil belajar, serta mendorong peningkatan kapasitas guru dalam mengembangkan penilaian yang berkualitas. Dengan demikian, TKA berfungsi sebagai alat pengendalian mutu pendidikan secara makro yang memberikan gambaran objektif tentang kualitas pembelajaran di berbagai wilayah.
Pelaksanaan TKA tentu tidak tanpa tantangan. Sosialisasi dan pemahaman yang objektif sangat diperlukan agar semua pihak, mulai dari siswa, guru, orang tua, hingga stakeholder pendidikan lainnya, bisa menerima dan mendukung pelaksanaan tes ini. Tanpa dukungan bersama, implementasi TKA tidak akan berjalan efektif. Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, sekolah, serta masyarakat menjadi kunci utama. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama yang harus dijalankan dengan kolaborasi lintas sektor. Kemendikbudristek sendiri telah menetapkan berbagai program prioritas untuk mempercepat terwujudnya pendidikan bermutu untuk semua, termasuk melalui pelaksanaan TKA.
Dukungan aktif dari semua pihak diperlukan untuk memastikan TKA tidak menjadi beban tambahan bagi siswa maupun sekolah, melainkan sebuah alat yang mampu memperbaiki kualitas evaluasi pendidikan. Transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pelaksanaan tes juga menjadi hal yang harus dijaga bersama.
Dengan adanya TKA, kita berharap sistem evaluasi pendidikan di Indonesia menjadi lebih akuntabel, adil, dan objektif. TKA membuka peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang untuk bersaing secara setara, sehingga membuka jalan bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional secara keseluruhan. Namun, keberhasilan TKA tidak boleh membuat kita melupakan peran guru sebagai ujung tombak pendidikan. Penilaian oleh guru yang memahami karakter dan potensi siswa harus tetap menjadi pijakan utama dalam menentukan kelulusan dan kemajuan siswa.
Penulis : Fikri Salim Azizi, Mahasiswa UIN Saizu Purwokerto
**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow