TERASMALUKU.COM,AMBON, – Dua orang tua korban dugaan kasus kekerasan seksual bocah 6 tahun di Kecamatan Damer, Kabupaten Maluku Barat Data (MBD) mengadu ke Polda Maluku.
Kejadian yang merenggut SGR pada Mei itu hingga kini mengambang tak jelas. Laporan kasus di Polsek Damer dan Polres Moa tak jua tuntas dan jalan di tempat.
Hestesia Sintia Pakniany dan Tomson Bronson Rimpeniak sudah dua bulan di Ambon berupaya agar kasus putrinya segera diusut dan pelaku mendapat ganjaran.

Sayangnya sejak kedatangan mereka pada 2 Juli hingga kini belum ada titik terang.
Keduanya kemabli membuat laporan ke Polda Maluku pada 8 agustus dan dipanggil pada 18 Agustus.
Laporannya terkait sikap petugas polsek yang dinilai tidak perofesional menangani kasus putrinya itu. Mereka lalu memehuni panggilan kedua pada 2 September.
“Katong kecil meninggal 11 Mei dan sudah lapor 17 Mei di Polsek Damer dan katong tunggu sampai satu bulan karena katanya kapolsek ada di Moa,” terang Hestesia saat ditemui di rumah kakanya di Kawasan Bentas, Kota Ambon, Sabtu (9/9/2023).
Baru pada 24 Agustus kapolsek datang dan melakukan gelar perkara pada 26 Agustus.
Setelah itu keduanya tak menerima laporan hasil gelar perkara atau perkembangan penyidikkan dari polsek.
Selama menunggu dirinya mengaku tidak tenang. Apalagi rumahnya dan terduga pelaku persis berhadapan.
Menurut Hestesia, sebelum SGR menghembuskan nafas terakhir dia sempat bercerita detil kejadian yang menimpanya.
Dari mulut sang putri yang sementara menahan sakit, diketahui dia diajak tiga teman sepermainannya ke salah satu rumah terduga pelaku.
Mereka adalah YRT 10 tahun, AP 10 tahun dan VP 15 tahun. Mereka mengajak SGR bermain bar-bar atau club di rumah yang sementara kosong itu.
Namun tidak diketahui pasti kapan terjadinya. Hestesia mendapati putri ketiganya berjalan dengan gaya yang aneh pada 8 Mei 2023.
“Dia berjalan sedikit terbuka lalu kaki baseret. Beta bilang ade jalan seperti orang baru abis melahirkan,” katanya yang pada saat itu tidak menaruh curiga sama sekali.
Lalu pada 9 Mei, SGR mulai mengeluhkan rasa sakit, tidak bisa tidur, sulit duduk dan sempat meminta buang air kecil sebanyak 23 kali.
Air kencing tidak keluar dan SGR mengaku serasa ada yang menyubat pada saluran pembuangannya.
Pada tanggal 10 Mei anak bungsu itu lalu dibawa ke puskesmas kecamatan dan jalani pemeriksaan.
Hasilnya terdapat pembengkakan pada vagina, memar, menghitam dan ada infeksi.
“Dia sempat kejang kejang di rumah lalu katong bawa,” imbuhnya.
Sayangnya pada 11 Mei, SGR menghembuskan nafas terakhir lalu dimakamkan pada 13 Mei.
“Katong harap kasus ini segera diusut, dan mau otopsi biar jelas. Katong butuh kepastian hukum demi katong punya anak,” ucap Tomson, snag ayah.
Kasus ini langsung menyita perhatian sejumlah pihak, diantaran Pemuda GMBK (Gerakan Membangun Bumi Kalwedo) dan tiga Lembaga bantuan hukum. Yakni LBH UKIM, LBH Fakultas Hukum Unipatti dan LBH Indonesia Menggugat.
Renacananya mereka akan bersama-sama membantu keluarga korban mendorong kasus ini sgerea tuntas dan mendapat keadilan. (*)