TERASMALUKU.COM- Bagi kalian pecinta kain, Maluku punya satu inovasi tenun teranyar dari Tanimbar. Dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) hasilkan lembar-lembar wastra nan cantik dengan sentuhan berbeda.
Tenun yang dihasilkan dari ATBM, miliki tekstur yang lebih halus dan tipis. Teknik pewarnaan serta penggunaan material yang 100 persen dari alam adalah satu keunggulannya.
Terletak di sebuah desa kecil, Desa Amdasa Kecamatan Wertamrina Kabupaten Kepulauan Tanimbar, belasan ibu dari Rumah ATBM Batlolonar ini memamerkan karya-karya mereka, Selasa (19/3/2019).
Ini merupakan yang kali pertama di Maluku para penenun diajarkan menggunakan ATBM dengan detil yang jauh lebih rumit bagi awam. Jika cara tradisional, penenun butuh merapikan jalur benang dengan kayu, di ATBM mereka harus memastikan helai-helai lungsin masuk dalam 3.600 lubang jarum.
Namun dengan proses yang rumit itu tenun yang dihasilkan justru berukuran lebih lebar dan rapi. Dalam sekali produksi para penenun mampu hasilkan satu lembar kain ukuran 2,5 meter. Ukuran itu jauh lebih besar dibandingkan tenunan dari gedogan. Jadi dengan satu lembar kain saja, kita sudah bisa membuat satu potongan atasan. Atau bagi yang bertubuh ramping, ukuran tersebut pas dijadikan mini dress.
Hasil itu mereka dapatkan setelah mengikuti pelatihan selama empat bulan dari program pelatihan kerjasama Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Maluku dan Inpex Masela Ltd. Yang menarik, para penenun di sana mampu beradaptasi dengan baik hanya dalam waktu empat bulan pelatihan meski tidak punya latar belakang penenun.
Sabina Sarbunan, satu dari 12 penenun binaan mengatakan kepada wartawan jika dirinya sama sekali tidak punya latar belakang sebagai penenun. “Sebelumnya bukan bikin tenun. Baru kali ini dan langsung pakai ATBM,” katanya santai sambil mengklos atau memintal benang. Mereka merupakan gelombang pertama pelatihan namun telah menunjukkan kemajuan.
Itu terlihat dari hasil tenunan yang dipajang saat acara inagurasi pelatihan gelombang pertama pada Selasa yang dihadiri sejumlah SKPD Terkait dan perwakilan dari BI Perwakilan Maluku dan Inpex Masela Ltd.
Hasil tenunan berbahan benang kapas yang didatangkan dari Bandung begitu lembut dan rapat. Sabina juga rekannya mengkombinasikan motif Tanimbar dengan teknik kristik yang berkesan timbul. Lembar-lembar tenun juga jauh lebih tipis sehingga cocok dengan udara yang panas seperti sekarang ini.
Nah soal warna, mereka punya nuansa berbeda. Para penenun yang dilatih langsung oleh seorang designer dari Jakarta itu memakai bahan alami yang murni diekstraksi dari tanaman. Ada tiga warna utama. Kuning dari tumbuhan kunyit, hitam dan abu-abu dari arang serta coklat dari kayu besi. Jadi bagi mereka yang menyukai warna-warna alam (earthy color) alias tidak mencolok, tenun Tanimbar ATBM adalah pilihan tepat.
Dapat dikatakan inovasi tersebut menambah ragam khazanah kain nusantara juga perlahan membentuk sebuah ekosistem ekonomi baru. Seperti yang didorong oleh Bank BI. Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank BI Perwakilan Maluku Andi Setyo Biwado optimistis dengan program kolaborasi itu. “Ini bakal jadi pusat ekonomi baru. Tapi tentunya kami sesuaikan dengan potensi dan karakter daerah,” katanya usai kegiatan yang berlangsung di Lapangan depan balai Desa Amdasa bersama SKPD terkait dan warga setempat, Selasa (19/3/2019).
Tanimbar yang selama ini menjadi daerah penghasil tenun dari Maluku nyatanya punya area pengembangan yang lebih luas. Karena itu Andi beserta tim melihat ini sebagai peluang untuk memajukan kesejahteraan warga Tanimbar khususnya di Amdasa.
Apalagi grafik perminataan kain tradisional makin tinggi. Sayangnya tenun NTT melambung kain dari Maluku. Menurut Andi salah faktor penyebabnya yakni variasi dan tekstur. “Kain kita itu bagus, cuma lebih tebal, tidak terlalu lebar dan prosesnya lama. Sedangkan permintaan banyak,” jelas dia.
Dalam program kerjasama ini pihak BI memberikan lima unit alat ATBM di Amdasa serta lima lagi di Saumlaki. Keduanya merupakan daerah pengembangan BI yang terus menunjukkan kemajuan.
Saat ditanya terkait pemilihan desa, dia berujar, Amdasa jadi desa yang paling antusias. “Kami survei dulu ke beberapa lokasi. Di sini (Amdasa) istri kepala desa dan warganya paling antusias untuk adakan ATBM,” aku Andi. Karena itu mereka menjatuhkan pilihan untuk menggenjot roda perekonomian desa setempat dengan memanfaatkan potensi yang ada.
Penggunaan ATBM tentu untuk memangkas waktu pengerjaan yang cukup lama. Dengan begitu pengrajin makin produktif serta efektif dalam penggarapan kain. Salah seorang penenun di Amdasa bahkan mampu hasilkan satu lembar perhari. Menurut Andi, pada tahap awal mereka fokuskan untuk penguatan dasar serta kenyamanan penenun. Setelah itu baru eksplorasi motif khas Tanimbar.
Program Inpex bersama Bank BI ini secara melihat kondisi banyaknya potensi ekonomi yang bisa dihasilkan dari pelatihan tenun. “Tenun ini pumice potency ekonomi baik dari sisi bisnis penjualan tenun itu sendiri maupun turunannya seperti jahit seragam dan produk fashion lainnya,” jelas Specialist Social Investment, Inpex Masela Ltd.
Pengembangan kegiatan itu, kata Dony bertujuan untuk membantu pemerintah daerah fokus pada pembinaan kelompok binaan. Harapannya, usaha tersebut menjadi pionir dan contoh kelompok tenun yang punya daya saing dan motor pertumbuhan industri kreatif di Tanimbar.
“Kekuatan utama pada pelatihan ini yakni filosofi slow fashion yang saat ini sedang berkembang di dunia,” lanjut dia. Slow fashion mengangkat proses alam sebagai dasar pembuatan kain dan perhatian lebih kepada penenun. Baik dari pembagian hasil yang adil (fair price) dan mengangkat penenun sebagai seorang ahli (artisan).
Program pelatihan tenun Tanimbar merupakan tindak panjut program kolaborasi dan sinergi bersama kantor perwakilan BI Provinsi Maluku dengan perusahaan minyak dan gas bumi Jepang Inpex Masela Ltd. (PRISKA BIRAHY)