Catatan perjalanan Saadiyah Uluputty ke Maluku Barat Daya
Bimbingan Teknik Manajemen Peternakan dan Kesehatan Hewan kali ini saya tetapkan di Maluku Barat Daya. Saya terinspirasi ketika kunjungan spesifik komisi IV ke Taman Nasional Baluran di Jawa Timur dan melihat kerbau India dan Afrika, saya jadi teringat dengan kerbau Moa. Padahal saya belum pernah ke Moa, untuk melihat dan menyaksikan seperti apa bentuk dan rupanya.
Tapi, cerita tentang kerbau Moa, pernah saya dengar dari anggota DPRD Propinsi Maluku asal MBD saat saya masih menjadi anggota DPRD Propinsi Maluku. Pak Semy Letelay, Pak Melki Frans, Pak Anos Yermias dan Pak Aleka Orno yang berasal dari kabupaten ini, kerap bercerita tentang keunggulan kerbau Moa.
Maka keputusan ke Moa adalah pilihan tepat bagi saya sebagai Anggota DPR RI Dapil Maluku.
Saya bersama rombongan dan Kepala Balai Besar Vertenier Maros Kementrian Pertanian, dokter hewan, dan dua staf kementrian, berkunjung ke Pulau Moa dan tinggal selama tiga hari di MBD.
Saat mendarat saya memandang ke pulau kecil nampak terlihat hutan savana alami dan gunung tanpa pohon. Dalam hati saya bergumam mungkin ini yang disebut gunung kerbau.
Pesawat Trigana air melaju dengan lancar tanpa goncangan dari Ambon ke Moa dalam waktu tempuh 1 jam 20 menit. Keluar dari ruangan kedatangan nampak jemputan dari Asisten II, Kadis Pertanian Pemda MBD, tokoh adat dan Pengurus PKS MBD. Dengan batata adat tanah Kalwedo kami diterima sebagai ucapan selamat datang dan rasa persaudaraan.
Dari bandara menuju Kantor Pemerintah Kabupaten MBD, saya dan tim bertemu Sekda dan menyampaikan kehadiran kami di MBD. Dengan rasa hormat dan apresiasi atas kedatangan kami, Sekda menyampaikan akan membuka acara kami pada Rabu tanggal 18 Mei 2022 di Aula Serbaguna Tiakur.
Saya senang dan bahagia walau baru datang ke MBD.
Kami diantar oleh Kadis Pertanian untuk makan siang di Resto Ina Nara tak jauh dari kantor Bupati. Saya membayangkan akan menyantap ikan garopa segar dan sayur bunga pepaya serta keladi rebus khas MBD. Benar saja ikan segar itu terhidang di meja makan.
Di hari kedua, waktunya kami bertemu dengan para peternak. Setidaknya hadir 150 peternak dari Pulau Moa, Pulau Leti dan sekitarnya. Sekda dalam sambutannya menyampaikan komoditi andalan di MBD selain kerbau Moa, juga ada domba kisar dan kambing Lakor.
Sekda menyampaikan beberapa catatan dan harapannya kepada kami agar memperhatikan dan ikut memperjuangkan pengembangan kerbau Moa untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di MBD.
Kepala Balai Besar Kementrian Pertanian Risman Mangidi menyampaikan bahwa sebagai Satker Peternakan Indonesia Tengah dan Timur, kunjungan ke Moa sangat berarti baginya. Dengan datang langsung melihat potensi peternakan di MBD yang memiliki kekhasan tersendiri yaitu kerbau Moa, kambing lakor dan domba kisar, dirinya akan menyampaikan laporan ini ke atasannya yaitu Direktoral Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Saya menyampaikan sambutan bahwa kehadiran saya ke MBD dalam kapasitas sebagai wakil rakyat yang menerima dan menanggung amanah rakyat. Sebagai anggota DPR perwakilan Maluku yang berada di komisi IV, saya harus bisa datang melihat dan mendengar aspirasi masyarakat dan ikut mencari solusi dalam perjuangan di Senayan.
Tentang kerbau Moa, yang Tuhan anugerahkan rahmat adanya menjadi berkat bagi masyarakat di MBD tak boleh hilang dan punah, karena menjadi kehidupan dan tabungan bagi masyarakat.
Bimtek ini menjadi instrumen menyampaikan ilmu dan pemahaman, juga mengubah mindset agar memiliki pola pikir maju dan mandiri dengan senantiasa meningkatkan skill dan pemahaman masyarakat.
Selain itu memahami aturan dan regulasi yang harus diketahui masyarakat, penggunaan obat yang tepat untuk penyembuhan ternaknya, tata kelola pengorganisasian, serta kelembagaan UPT Teknis peternakan yang mesti ada di Moa.
Hal terpenting yang selalu disampaikan adalah mengapa pemerintah kurang memperhatikan pengembangan kerbau Moa padahal sudah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 2911 /Kpts/OT.150/6/2011 tanggal 17 Juni 2011.
Setiap tahun, kerbau Moa mati dalam jumlah yang banyak terutama di musim kemarau dari bulan Juni hingga September. Untuk meminimalisir itu pemerintah harus membangun infrastruktur pendukungnya, diantaranya yang terpenting adalah penyediaan air.
Dalam kunjungan ini ada hal lain yang kami temui yakni soal jual beli hewan yang dijual dengan harga murah. Seekor kerbau dihargai dengan harga 7 juta hingga 10 juta dengan Berat 300 – 500 kg. Peternak yang butuh uang untuk kehidupan ataupun menyekolahkan anaknya harus rela melepaskan ternaknya dengan harga murah.
Belum ada koperasi ataupun BUMD khusus yang mengatur tentang tata kelola dan pemasaran ternak komoditi unggul Maluku ini. Masyarakat banyak mengeluhkan soal regulasi dan perijinan yang harus diselesaikan.
Karena itu, perhatian pemerintah baik pusat, propinsi dan kabupaten harus lebih serius lagi mengelola dan menjaga kerbau Moa agar tidak punah.
Bagi saya, salah satu upaya yang harus didorong ke pemerintah pusat adalah menetapkan MBD sebagai wilayah bibit kerbau Moa, oleh karena itu harus dibangun UPT pembibitan wilayah Indonesia Timur.
Dengan begitu kita bisa menjaga kerbau Moa berkembang dan tidak mengambil bibit dari India dan Brazil ataupun Afrika.
Jika ada dalam negeri yang menjadi kebanggaan mengapa harus impor ?