TERASMALUKU.COM,LANGGUR- Umat Katolik di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) memperingati puncak perayaan 75 tahun tragedi berdarah, peristiwa penembakan Uskup Mgr. Johanes Aerts MSC dan kawan-kawan di Pantai Langgur oleh tentara Jepang pada tanggal 30 Juli 1942. Peringatan peristiwa ini berlangsung di Taman Ziarah Mgr. Johanes Aerts MSC dan kawan-kawan pada Desa atau Ohoi Langgur Kabupaten Malra Minggu (30/7). Uskup Mgr. Johanes Aerts MSC adalah penyiar Agama Katolik di wilayah Maluku khususnya Kepulauan Kei, Malra.
Bupati Malra Anderias Rentanubun dalam sambutannya yang dibacakan Sekretaris Daerah Malra, Petrus Beruatwarin mengatakan, perayaan 75 tahun peristiwa kemartiran Mgr. Johannes Aerts, MSC dan kawan-kawan merupakan peristiwa besar yang menghadirkan buah-buah iman yang kokoh bagi perjalanan hidup Umat Katolik di Indonesia lebih khusus di Maluku dan Papua.
Menurut Bupati Rentanubun, momentum tersebut baiklah dimaknai sebagai peristiwa yang menggembirakan dan sekaligus sebagai tanda persaudaraan dan solidaritas umat. Karena menurutnya, perayaan ini merupakan sebuah kesaksian betapa iman mampu mengalahkan hegemoni dan kesombogan dunia. “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya; mereka adalah Martir Kei yang wafat akibat kekejaman Perang Dunia II oleh tentara Jepang di Langgur,” katanya.
Bupati Rentanubun menjelaskan, dari perayaan ini, masyarakat dapat menyaksikan betapa seluruh umat lintas agama baik Katolik, Islam, Protestan, Hindu dan Budha turut bersama-sama larut dalam sukacita pada saat kegiatan Ziarah Salib Suci diarak melintasi semua paroki, stasi bahkan ohoi-ohoi yang bukan beragama Katolik di dua daerah ini selama sebulan penuh, sebagian bagian dari ritual perayaan tersebut.
“Inilah bukti bahwa Maluku Tenggara dan Kota Tual benar-benar adalah laboratorium kerukunan umat beragama yang sejati, dan perayaan ini juga menggambarkan betapa keharmonisan dan solidaritas masih terjaga di Tanah Evav (sebutan bagi Kepulauan Kei) ini,” tandasnya.
Bupati Rentanubun juga menegaskan, ungkapan Mgr. Johannes Aerts MSC ketika diinterogasi Tentara Jepang sebelum dibunuh yakni, kami datang semata-mata untuk kepentingan agama dan bukan politik; kami datang khusus untuk mengajar penduduk disini mengenal Tuhan dan menghormati pemangku kekuasaan yang memimpin mereka, selanjutnya untuk mendidik anak-anak dan kaum muda, menolong yatim piatu dan orang sakit, adalah bukti cinta Mgr. Johannes Aerts MSC dan kawan-kawan terhadap masyarakat di Tanah Evav menembus sekat-sekat perbedaan agama.
“Ketika ziarah Salib Suci berlangsung, kita dapat melihat seorang Muslim turut memikul Salib Kristus, seorang Protestan melantunkan puji-pujian menerima dan mengarak Salib Suci Yesus, seorang Hindu dan Budha mengucapkan syukur dan persembahan pada Salib Kristus, inilah tanda persaudaraan sejati yang sangat indah,” tegasnya.
Bupati Rentanubun juga menyatakan, sebuah peristiwa iman yang tak pernah pupus dari benak dan ingatan setiap generasi kaum beriman di tanah Kei, bahwa peristiwa 30 Juli 1942 merupakan momentum berharga dan dihargai serta diakui sebagai modal iman sekaligus sebagai buah hasil perjalanan iman Gereja Katolik Maluku, yang sudah dinikmati dan terus ditumbuh kembangkan. Untuk itu, Bupati Rentanubun mengharapkan, dengan perayaan 75 Tahun Peristiwa Kemartiran Mgr. Johannes Aerts, MSC dan kawan-kawan ini, semangat pengorbanan untuk menamburkan benih-benih iman Gereja Katolik senantiasa berkobar dalam jiwa dan raga umatnya.
“Pemerintah Daerah mengucapkan proficiat dan selamat merayakan peristiwa iman 75 Tahun Kemartiran Mgr. Johannes Aerts MSC dan kawan-kawan, sekaligus menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang mendalam kepada Uskup Diosis Manado, Yang Mulia Monsegneur (Mgr) Benediktus Rolly Untu MSC dan Uskup Diosis Timika, Yang Mulia Mgr. Jhon Philips Saklil, PR, semoga berkat Thabisan turut memberkati Tanah Kei ini,” kata Bupati dalam sambutan itu. (AS)