TERASMALUKU.COM,AMBON-Seratusan warga Banda Ely – Elat atau Wanda di Kota Ambon berunjukrasa memprotes pernyataan sutradara film dokumenter berjudul “Banda, The Dark Forgotten Trail” Jay Subiyakto, di salah satu media online yang melecehkan sejarah Wandan. Aksi ini berlangsung di depan Gong Perdamaian Kota Ambon dan Gedung DPRD Maluku, Senin (31/7) siang.
Demo ini digelar jelang pemutaran perdana film Banda The Dark Forgotten Trail, secara serentak pada 3 Agustus nanti. Film ini mengisahkan tentang sejarah rempah-rempah dan pendudukan Belanda di Pulau Banda serta genosida pertama di Indonesia.
Dalam aksinya, warga Wandan membentangkan spanduk dan pamflet berisi kecaman terhadap pernyataan yang diduga disampaikan Jay pada media tersebut, yang menyebutkan pembantaian 14.000 orang kaya Banda asli tidak menyisahkan satu orang pun. “Sutradara Jay Subiyakto. Kami masyarakat Wanda meminta agar segera klarifikasi pernyataan anda di media bisnis.com, terkait pembantaian 14.000 orang kaya Banda asli yang tak menyisahkan satu orang pun,”demikian bunyi salah satu isi pamflet pendemo.
Pernyataan itu menurut pendemo melecehkan sejarah dan sangat merugikan masyarakat Wandan. Dalam aksi ini, pendemo juga membawa sejumlah atribut adat Wandan seperti replika perahu belang yang terbuat dari daun kelapa muda. Pengujukrasa berorasi secara bergantian.
Dalam pernyataan sikapnya koordinator aksi Bahar Kubangun yang dibacakan seorang pendemo, masyarakat Wanda mengutuk keras pernyataan Jay dalam media tersebut. Pendemo juga mengecam pernyataan Irfan Ramly, penulis skenario film itu yang mereka nilai terkesan menyepelekan protes keluarga besar Wandan di media sosial. Karena itu pendemo mendesak Jay dan Irfan Ramly untuk mengklarifikasi dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Wandan atas hal tersebut.
Pendemo juga menyatakan, jika dalam waktu 2 x 24 jam, Jay dan Irfan tidak melakukan klarifikasi pernyataan mereka dan meminta maaf, maka masyarakat Wandan akan mengambil sejumlah langkah. Diantaranya, meminta DPRD Maluku menyurati Lembaga Sensor Film Nasional (LSFN) untuk menunda penayangan film tersebut karena sangat merugikan masyarakat Wandan.
Selain itu, warga Wandan juga meminta LSFN untuk menghentikan pemutaran film itu. Dalam pernyataan sikap itu juga, pendemo meminta Kapolda Maluku untuk mengambil tindakan hukum terhadap penulis naskah dan sutradara film.
“Kami keluarga besar Wandan dan anak cucu Mboyratan akan melayangkan somasi dan melaporkan secara resmi penulis dan sutradara karena telah memicu keresahan antar warga dan suku di Maluku, terutama masyarakat Wandan (Banda Ely-Elat) anak cucu Mboyratan dengan masyarakat Banda Neira,”demikian salah satu isi pernyataan sikap pendemo.
Aksi demo yang berlangsung tertib ini mendapat penjagaan aparat Polres Pulau Ambon. Usai berdemo di depan Gong Perdamaian Kota Ambon, pengunjukrasa kemudian melanjutkan aksi mereka ke Gedung DPRD Maluku.
Aksi unjukrasa ini menurut pedemo dipicu pernyataan Jay di salah satu media online yang menyebutkan tidak ditemukan lagi warga asli Banda di Pulau Banda saat ini. Padahal faktanya, menurut pendemo mereka masih ada hingga kini baik di Maluku Tenggara, Pulau Seram dan Maluku Tengah. Jay sendiri telah membantah mengeluarkan pernyataan seperti dimuat media online tersebut. (ADI)