TERASMALUKU.COM,-PIRU-Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Maluku memberikan tarif bagi warga yang hendak melakukan pengurusan di Disdukcapil. Instansi pemerintah itu menerapkan pungutan liar (Pungli) atas arahan dari sang pemimpin,Kepala Disdukcapil Kabupaten SBB, D Ahyate.
Biaya pengurusan yang sudah berlangsung lama itu ditemukan langsung oleh Terasmaluku.com di Kantor Disdukcapil Jalan Trans Seram, Kota Piru, Kamis (28/6/2018) sekitar pukul 13:16 WIT. Seorang warga berinisial A yang melegalisir kartu keluarga (KK) diminta membayar biaya legalisir senilai Rp 50.000.
Uang tersebut diminta seorang petugas Disdukcapil Kabupaten SBB yang diketahui bernama Wisye Sala usai melegalisir KK. Dan pria itu pun langsung menyerahkan uang pungutan itu kepada Wisye. Petugas mengakui pungutan biaya legalisir KK tersebut atas perintah Kepala Disdukcapil D Ahyate.
Saat ditemui di ruangnnya, Ahyate tak menampik pungutan itu. Ahyate malah membeberkan fakta bahwa selama ini pihaknya amat terkendala biaya untuk menggaji para pekerja honor di tempatnya. “Ini (pungutan) dilakukan karena kondisi keuangan Disdukcapil SBB terlambat. Kami terkendala keuangan untuk bayar pegawai honorer,” akunya. Keterlambatan pembiayaan dan tak ada anggaran bagi pegawai honorer itulah yang membuat Ahyate memberlakukan tarif tiap kali pengurusan di Disdukcapi.
Kepada Terasmaluku.com Ahyate terang terangan menyebut, adanya tarif pengurusan ke Disdukcapil dimulai sejak 2017. Namun kegiatan itu sempat dihentikan dan kembali dijalankan tiga minggu lalu. “Kami sudah hentikan sejak tahun 2017 ,dan baru kami lakukan minggu-minggu kemarin, mulai sekarang kami akan hentikan,” katanya berjanji.
Merujuk pada Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 2013 terkait perubahan UU RI Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Pasal 95 Huruf B menyebutkan, bahwa setiap pejabat dan petugas pada Desa atau Kelurahan, Kecamatan UPT Instansi Pelaksana dan Pelaksana yang memerintahkan dan atau memfasilitasi dan atau melakukan pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79.A (Pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya), ancaman pidana penjara 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 75.000.000.
Lemahnya pengawasan serta sistem pembayaran di daerah yang belum rapi berdampak besar bagi pegawai yang mengabdi di daerah. Bila hal ini tak mendapat sorotan dan segera diubah, buka tak mungkin terjadi di daeah lain. Kondisi pegawai honorer yang sekarat, dan beban operasional yang harus dibebankan ke warga.(FAD)