Menggagas Masa Depan Perikanan Maluku, (Refleksi Banda Sea Agreemeent Indonesia-Jepang) Oleh : Amrullah Usemahu

oleh
oleh
Amrulllah Usemahu

PUBLIK lagi Menanti Arah baru kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Maluku, elemen masyarakat khususnya para pelaku usaha perikanan maupun Nelayan menunggu gebrakan brilian Gubernur Maluku Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Orno pada sektor ini.

Konon RUU Provinsi Kepulauan masih dalam pembahasan di gedung parlemen maupun konsep Lumbung Ikan Nasional yang sampai saat ini belum jelas arah kebijakan nasional terhadapnya, maka pemerintah daerah provinsi Maluku harus bisa menyiapkan alternatif lain melalui program strategis guna percepatan pembangunan kelautan dan perikanan yang akan berdampak positif pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta Pendapatan Asli daerah (PAD).

Secara kewilayahan Provinsi Maluku sendiri terdapat 3 daerah Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yakni Laut Banda memiliki potensi sumber daya ikan sebesar 431.069 ton/tahun, Laut Seram 631.701 ton/tahun dan Laut Arafura 1.992.731 ton/tahun. Total potensi sumber daya ikan di tiga WPP tersebut mencapai 3.055.504 ton/tahun. Tingkat pemanfaatan pada tahun 2016 baru sekitar 565.350 ton atau sebesar 18,50 persen.

Namun sayangnya potensi yang ada belum dapat dikelola secara maksimal dikarenakan berbagai kendala yang ada seperti Regulasi nasional yang belum memihak, sarana prasarana perikanan belum memadai maupun kendala lainnya. sehingga tak heran Maluku masih berada pada provinsi termiskin nomor 4 di Indonesia di tengah kekayaan laut yang melimpahruah. Selain itu Maluku dengan karakteristik 92,4 % adalah lautan dan 7,6 % adalah daratan maka sudah sepantasnya kelautan dan perikanan menjadi leading sektor pembangunan Maluku masa depan.

Membaca berita online pada salah satu media di Maluku tertanggal 6 mei 2019 yang berjudul “Jepang peminat tertinggi tuna segar Maluku” ini kiranya menjadi peluang yang dapat ditindaklanjuti semua stakeholder maupun pemangku kepentingan. Jepang sebagai salah satu negara maju dan merupakan kiblat perikanan dunia serta pengkonsumsi produk perikanan yang tinggi, harus menjadi incaran Pemerintah Daerah dalam melakukan manuver kerjasama khususnya Investasi di sektor Kelautan dan Perikanan.

Melihat Sejarah masa lalu bahwa Indonesia pernah melakukan kerjasama dengan Jepang dalam hal eksploitasi tuna di Laut Banda atau yang dinamakan “Banda Sea Agreement” kerjasama ini muncul karena adanya konflik kepentingan antara Indonesia dan Jepang. Laut Banda dikenal sebagai daerah penangkapan tuna (tuna fishing ground) terbaik dunia.

Sebelum Perang Dunia II, kapal-kapal rawai tuna Jepang aktif menangkap ikan tuna di Laut Banda. Jepang saat itu adalah penangkap tuna terbesar dunia periode tahun 1968 – 1970 dengan hasil tangkapan mencapai 40% dari total tangkapan dunia. Selain Laut Banda, daerah penangkapan tuna kapal-kapal Jepang meliputi Samudera Pasifik Bagian Barat, Samudera Hindia, dan Samudera Atlantik Bagian Selatan. Jalur pelayaran Nelayan Rawai Tuna Jepang saat itu mulai dari daerah Yaizu, Okinawa dan masuk ke Perairan Laut Banda.

Laut Banda adalah laut yang subur dan merupakan tempat bertelur, mencari makan dan memijah ikan tuna jenis Yellofin Tuna (tuna sirip kuning) harus dikelola secara berkelanjutan guna menopang perekonomian daerah Maluku saat ini dan akan datang. karena jika melihat kembali Perjanjian pengelolaan Laut Banda atau Banda Sea Agreement pada 51 Tahun lalu, apa yang didapat Maluku saat itu?? seharusnya Maluku saat ini telah menjadi daerah yang maju dengan pengelolaan potensi lautnya (Tuna) dan kawasan industri perikanan nasional.

Sebagai Generasi Muda Maluku, Saya berpikir bahwa ini akan menjadi catatan tersendiri yang harus menjadi perhatian kita semua. mungkin apa yang telah terjadi di masa lalu menjadi pembelajaran untuk masa depan. sekarang saatnya bangkit dengan semua kekuatan potensi sumberdaya alam yang ada, melalui manajemen pengelolaan perikanan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan guna penguatan IPTEK dan SDM maupun sarana prasarana penunjang perikanan

Cerita Kejayaan masa lalu Banda Sea Agreement Indonesia – Jepang harus dihidupkan kembali dan menurut saya Pemerintah Daerah Maluku dapat mengawali ini dengan melakukan “EKSPEDISI BANDA SEA AGREEMENT” yang merupakan kilas balik perjalanan perjanjian tersebut yang diatur secara modern dengan target kedepan adalah investasi atau kerjasama antara Pemerintah daerah langsung dengan Jepang dalam hal mendorong peningkatan ekspor perikanan (Penerbangan Ambon – Jepang) serta di sektor lainnya dan itu bisa saja dilakukan misalnya dengan Pemerintah Jepang khususnya departemen yang membidangi perikanan ataupun JICA (Japan International Cooperation Agency) JICA merupakan Badan Kerjasama Internasional Jepang sebuah lembaga yang didirikan pemerintah Jepang untuk membantu pembangunan negara-negara berkembang. lembaga ini berada di bawah kekuasan Departemen Luar Negeri dan dimaksudkan untuk meningkatkan kerjasama internasional antara Jepang dengan negara-negara lain.

Amrullah Usemahu (Tim Emas Biru Pattimura/ISPIKANI (Bersambung)

No More Posts Available.

No more pages to load.