Umat Kristiani telah memasuki masa Adventus II sejak tanggal 7 dan seterusnya nanti sampai 12 Desember 2020. Sebagai waktu dalam kalender liturgi gereja, maka masa adventus harus diisi dengan ibadah-ibadah sosial sebagai wujud pemaknaan kedatangan Tuhan (Dia yang sudah datang, sedang berkarya, dan akan datang kembali).
Hari ini, GPM menuntun jemaat-jemaatnya memaknai Adventus II dengan bacaan Alkitab dari Kejadian 34:1-24; cerita Dina, anak Yakub, yang cantik parasnya dan menjadi korban perkosaan Hemor, dan kemudian diobyektifasi oleh orang tua sebagai representasi laki-laki (patriakhal). Nas ini telah menjadi salah satu artikel dalam buku saya, “Siapa Empunya Lima Roti” (2017).
Dalam buku itu saya menggugat kekerasan laki-laki terhadap perempuan, dan sikap diam seorang ayah yang mengetahui benar anaknya diperkosa. Dalam perspektif yang sama, di situ pun saya menggugat perspektif patriakhi yang memahami anak sebagai property keluarga atau juga masyarakat, sehingga harkat atau citra dirinya yang kudus dapat disamakan dengan kepemilikan akan ternak (=baca kekayaan/harta). Biarlah itu didiskusikan dalam kesempatan lain, atau sambil membaca tulisan tersebut (nantinya).
Kembali ke adventus II saat ini, kasih yang rela bukan hanya harus lahir dari relung refleksi perasaan atau simpati. Kasih yang rela harus tampak di jalan perjuangan hak-hak sosial umat manusia, terutama anak dan perempuan.
Natal sebagai peristiwa kelahiran Juruselamat menegaskan bahwa kasih yang rela bukan wacana (discourse) kosong melainkan melahirkan tindakan/perbuatan (action) yang diinspirasi oleh empathy Ilahi kepada manusia sehingga realitas ketuhanan dan kemanusiaan menyatu di dalam dunia. Jarak antara Tuhan dan manusia tidak lagi terpasung antara sakral dan profan, melainkan sama-sama mewujud dalam dunia yang real, suatu lingkungan sosial yang sekaligus menjadi lingkungan etik-spiritual. Pada dunia yang real itu, maka manusia mendapati tugas rangkap:
Pertama, memahami teks-teks ilahi untuk memperkuat kepercayaan/keimanan, dan kedua, menarasikan teks-teks ilahi dengan membangun rangkaian peristiwa (aktifitas, tindakan) yang sarat empathy dengan sesama dan lingkungan kehidupannya. Dengan demikian, teks-teks yang dianggap suci pun dimaknai dengan cara baru untuk didaratkan dalam dunia kehidupan manusia saat ini. Sehingga bila dibaca dari perspektif kasih yang rela, maka teks seperti Kejadian 34:1-24 pun akan dibaca secara kritis untuk membongkar sifat-sifat rakus dan nafsu manusia.
Kita tetap tidak bisa memberi ruang dan ijin bagi tindak kekerasan sexual terhadap perempuan dan anak. Sehingga kasih yang rela memanggil kita masuk ke dalam jalan perjuangan untuk menghapuskan tindak kekerasan sexual tetapi juga membela para korbannya. Mereka berhak atas keadilan gender sebagai mutlak keadilan sosial, serta pula berhak atas keadilan teologis, untuk dibebaskan atau membebaskan diri sendiri dari pemahaman “sudah cemar, sudah berdosa, dlsb”.
kita harus memberi apresiasi bagi semua pejuang kemanusiaan yang telah berada di jalan perjuangan itu, termasuk gerakan serupa itu yang diinisiasi melalui gereja atau lembaga agama yang ada di aras lokal, nasional, regional maupun internasional. Semoga adventus natal II ini menggelorakan di dalam kita kasih yang rela untuk berada di jalan perjuangan hak anak dan perempuan.
Doa kami: “Ya Tuhan, berilah kepada kami, pada hari ini, keadilan sosial yang secukupnya, dan janganlah membawa kami ke jalan-jalan diskriminasi, tetapi lepaskanlah kami dari hawa nafsu untuk menguasai dan mengeksploitasi sesama”.
Selamat bergumul dalam Adventus Natal II Tuhan memberkati!