Hari ini, Kamis 8 Agustus 2019 di Aula Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) diluncurkan pembukaan program doktor Agama dan Kebudayaan oleh Dirjen Bimas Kristen Kementrian Agama RI, Prof.Dr Thomas Pentury.
Acara ini dilanjutkan dengan seminar yang menghadirkan para pembicara beken seperti Prof. Sumanto Al Qurtuby dari King Fahdt University Arab Saudi, Prof John Titaley, mantan rektor UKSW Salatiga, Pdt Jacky Manuputty dari Utusan Khusus Presiden untuk Agama-Agama dan Peradaban serta Dr John Ruhulessin, dosen senior fakultas Teologi UKIM.
Melalui media sosial saya melakukan wawancara singkat dengan Prof Pentury, terkait pembukaan program doktoral ini.
Berikut tiga catatan ringkas percakapan Kontributor Terasmaluku.com, Rudy Rahabeat dengan mantan Rektor Universitas Pattimura yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Tinggi GPM (Yaperti GPM) yang menaungi UKIM Ambon ini.
Pertama, pemerintah terus mendorong upaya-upaya memajukan bangsa melalui dunia pendidikan. Oleh sebab itu, pembukaan program studi doktoral ini mesti dilihat sebagai bagian utuh dari upaya membangun bangsa, mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa ini. Pendidikan merupakan jembatan emas yang mesti digerakan dan dikembangkan oleh semua pihak, pemerintah maupun masyarakat agar mutu pendidikan makin berkualitas dan tercipta generasi yang siap bersaing di era global.
Pemerintah Indonesia terus melakukan kebijakan dan program-program pengembangan pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga ke perguruan tinggi. Dalam kaitan ini, pembukaan program doktor teologi dengan konsentrasi agama dan kebangsaan yang diselenggarakan UKIM Ambon perlu diapresiasi dan didorong untuk terus berkembang.
Kedua, agama dan kebangsaan mesti terus diperkuat. Agama merupakan energi positif yang dapat membawa umat manusia pada kesejahteraan lahir maupun bathin. Agama menjadi panduan moral dalam bersikap dan berperilaku. Walau begitu, kita juga perlu mawas diri agar agama jangan sampai kehilangan roh sejatinya yang membebaskan dan merangkul semua orang. Agama tidak boleh digunakan sebagai alat politik melainkan alat kesejahteraan bersama. Demikian pula, bangsa, khususnya bangsa Indonesa perlu terus diperkuat sendi-sendi kehidupan berbangsa, seperti Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Selain program ini bersifat akademik ilmiah, tetap mesti pula memberi kontribusi untuk membangun rasa kecintaan kepada bangsa Indonesia yang majemuk. Hal ini menarik pula karena konteks Maluku yang beragam suku dan agama, dapat menjadi laboratorium belajar yang sangat menarik dan relevan.
Ketiga, momentum mengisi dan memaknai kemerdekaan. Bukan kebetulan program ini diluncurkan menjelang perayaan 74 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini memberi kode simbolik tentang komitmen dan konsistensi masyarakat Maluku untuk kebangsaan Indonesia. Hal ini sudah teruji dalam lintasan sejarah. Tokoh-tokoh Maluku seperti Pattimura, Said Perintah, Marta Chr Tiahahu, Om Jo Leimena, Mr Johanis Latuharhary, Muhamad Sangadji, dan banyak lagi putra putri Maluku yang berkontribusi untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, momentum ini mesti menjadi kesempatan untuk menegaskan komitmen kebangsaan itu sambil terus berkontribusi dalam pembangunan bangsa di berbagai bidang kehidupan. Generasi muda Maluku mesti terus maju dan berprestasi di kancah nasional maupun internasional. Kuncinya, harus belajar tekun dan memiliki kerakter yang kuat.
Demikian tiga poin penting wawacara dengan Prof Pentury yang merupakan salah satu putra Maluku yang sedang berkiprah di pentas nasional. Harapannya, melalui pembukaan program doktoral agama dan kebudayaan UKIM Ambon dan dalam sinergi dengan berbagai stakeholder baik pemerintah maupun masyarakat para aras lokal, nasional dan global maka pendidikan di Maluku makin maju dan agama-agama makin solid bergandengan tangan membangun bangsa dan peradaban yang adil dan makmur (Rudy Rahabeat, Kontributor Terasmaluku.com)