TERASMALUKU.COM – Rujak Natsepa sudah jadi ikon kuliner Ambon. Selain racikan bumbu kacang dan gula merah Saparua juga ada segarnya buah tropis. Pepaya, salah satu buah yang paling banyak dicari dalam semangkok rujak. Daging buang mengkal, legit, lembut, dan tebal jadi unggulan rujak Natsepa. Tapi tahukah anda buah pepaya tersebut merupakan buah lokal kualitas unggul asal Ambon.
Desa Tial menjadi rumah bagi pepaya-pepaya unggul yang dijual di Pulau Ambon. Letaknya tak jauh dari Pantai Natsepa. Jika melintas di jalan desa, kiri kanan tumbuh banyak pohon pepaya berbuah rendah besar dan montok. Datanglah pada bulan ini, sedang musim lebat dan nyaris panen.

Abdurahman Renwarin, satu dari sekian petani asal Desa Tial yang mengembangkan aneka pepaya di kebun. Di lahan seluas setengah hektar di belakang rumah, Man – begitu dia disapa, menanam ratusan pohon papaya. Ada jenis pepaya lokal, pepaya tangkai ungu, dan pepaya California. “Ini (pepaya california) pepaya unggul dan bagus. Buahnya kecil tapi dagingnya tebal dan manis,” ucap Man.
Man lantas mengajak berkeliling di kebun yang teduh. Sejauh mata memandang, terlihat pola tanam pepaya rapi di atas bedeng-bedeng. Pola tanam ini bukan tanpa alasan. Pepaya rawan rusak saat musim hujan. Lahan tanam yang tinggi serta punya saluran air yang baik, menjauhkan tanaman pepaya dari ancaman pembususkan akar. Sedang di pangkal pohon padat tertutup pepaya yang bergelantungan. Saat Terasmaluku.com berkunjung Rabu (12/12), sebagian besar buah mulai menguning tanda masak pohon. Pepaya California salah satu yang ranum, bahkan ada satu pohon yang buahnya habis dimakan kalong atau paniki.
Man yang lama bertugas sebagai penyuluh dan pendamping pertanian di Tial mengaku warga desanya telah lama bertanam papaya. Tanah yang subur serta sumber pupuk alam, jadi kelebihan desa terbesar keempat di Kecamatan Salahutu. Bapak tiga anak itu memilih pola bertani secara organik. Tenaman pepaya di kebunya murni dari hasil pemupukan berbahan kotoran ternak. Kebetulan siang itu ada satu bedeng yang kosong. Bedeng itu siap tanam dan telah diberi campuran tanah hitam dan kotoran sapi.
Buah-buah yang keluar dari pohon pun begitu subur sarat dan lezat. Sudah ada sekitar 100 buah yang siap jual. Setiap hari ada saja warga atau pedagang yang mampir ke kebun di Tial untuk membeli pepaya. “Tanahnya subur sekali, setiap hari selalu ada yang cari. Bahkan katong sampai kekurangan. Langganan tu di Natsepa. Ada yang dari Amahusu lai, datang cari di sini,” sebut pria yang berdinas di kabupaten Maluku Tengah itu.
Dalam sekali masa hidup pepaya, petani bisa memanen setidaknya 150 buah. Jika ada 10 pohon pepaya saja dan hasilnya dijual seharga Rp 10.000, maka petani bisa meraup keuntungan kotor Rp 15 juta sekali panen.
Dari hasil itu pula, dia sudah bisa membiaya anak sulungnya sekolah ke Manado. “Beta su bisa beli anak pung gitar satu. Dia dulu pake tali dengan gaba-gaba,” sambung pendamping petani SOLID pada program International Fund for Agricultural Development (IFAD). Kesuksesan bertani organik pepaya juga menular ke petani lain. Mereka yang sebelumnya di jalur hortikultura atau tanaman umur panjang, mulai ada yang ikut jejak pria asal Tanah Kei.
Hasilnya tidak mengecewakan. Pohon pahit itu berbuah manis. Setaip hari kebun petani petani Tial didatangi pembeli. Ekonomi mereka berjalan baik serta menjanjikan.Bahkan berkat usaha petani itu mereka diikutkan dalam pasar petani Amboina Farmers Market yang berlangsung esok di Lapangan Merdeka sejak pagi hingga sore.
Di situ, pembeli bisa mendapat buah-buah segar langsung dari kebun petani dengan kualitas rasa terjamin. Sempatkan datang dan membeli langsung buah tangan petani lokal sebagai satu bentuk dukungan untuk mereka. (PRISKA BIRAHY)