TERASMALUKU.COM,–AMBON- Warga Kota Ambon sudah bisa mengakses sayuran bercap organik dengan mudah. Di Kecamatan Nusaniwe, ada petani lulusan seni musik yang raup jutaan rupiah dari tanaman Sayur Organik. Dia jadi pemasok tetap sayuran ke berbagai pasar modern yang ada di Kota Ambon.
Segala jenis sayuran daun ada di sana. Mulai dari sawi, kangkung, bayam hijau, bayam merah, bayam batik, terong, brokoli, kembang kol, sampai pagoda – sejenis sawi yang punya nama lain Ta Ke chai.
Erwin Solisa, petani asal Dusun Air Low Kecamatan Nusaiwe inilah yang jadi pemasok sayuran organik dari kebun miliknya. Pria 32 tahun itu mengajak Terasmaluku.com berkeliling di kebun sayur di sekitar Air Low Lapang tak jauh dari sumber air gunung di Air Low, Rabu (9/1/2019).
Begitu masuk ke areal perkebunan, bedeng-bedeng sayur begitu rapih dan asri dipandang. Ada yang masih tahap semai, anakan hingga yang siap panen. “Kalau ini brokoli, sudah beberapa hari. Yang lain sudah panen, tinggal tunggu baru muncul,” ucapnya sambil menyiram beberapa anakan brokoli yang masih ada di polybag.
Siang itu Erwin sedang menggarap beberapa bedeng yang sudah habis panen. Sebagian lagi ada yang baru mau dicabut dan diantar ke pemesan. Seperti bayam hijau, batik, kangkung dan petsai. Semuanya sudah ada yang pesan. Para pembeli tetap Erwin dari pasar modern dan rumah makan. Tapi ada juga yang pesan untuk konsumsi sehari-hari rumah tangga.
Erwin yang merupakan lulusan D3 seni musik dari Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Ambon (saat ini, Institut Agama Kristen Negeri) bilang, saat panen tiba cukup sulit membeli langsung dari kebun sebab daftar antri telah menunggu.
Usaha yang dimulai bersama ibunya pada 2011 itu memang amat menjanjikan. Saat mulai bertanam, dia ingin ada perbaikan kualitas kesehatan dengan konsumsi banyak sayuran sehat. Karena itu media tanam, nutrisi, air untuk siram hingga pupuk diperhatikan betul.
Seperti nutrisi dari limbah ikan lola, teripang yang dicampur air beras. Atau obat hama dari tembakau dan buah kalabasa. Semua bahan berasal dari alam. Tak disangka, keuletan bertanam organik itu tak hanya menutrisi sayur-sayuran, tapi juga menutrisi dompet dan kantongnya.
Dalam seminggu, dia bisa empat kali panen di kebun. Hasilnya di bawa ke pasar modern yang ada di Ambon. “Sekali kirim itu 200 ikat. Ke Dian Pertiwi, Friz, Citra, MCM, itu ambil dari sini,” aku petani muda yang mewakili Maluku pada Pekan Nasional (PENAS) Petani-Nelayan di Aceh Mei 2018.
Dalam seminggu, petani lulusan seni musik ini berhasil meraup pendapatan bersih dari sayuran organik itu Rp 5 juta hingga Rp 6 juta rupiah. Menurutnya sistem penjualan dan harga sayur organik berbeda dengan sayuran biasa yang ditanam dengan cara non-organik. Sayuran daun diukur dengan satuan gram, bukan perikat. Sementara brokoli dan bunga kol dihargai mulai dari Rp 30.000 perkilogram.
Sayuran organik juga punya waktu penyimpanan yang panjang. “Yang penting kasih kena air tidak perlu di kulas sayur daun bertahan seminggu tiga hari. Brokoli itu bertahan juga bisa lama,” beber pria yang tergabung di kelompok Tani Alor Merah – Air Low Lapang. Tak heran produk berlabel organik macam ini jadi magnet bagi pasar modern yang punya sistem penjualan stok.
Usai berkeliling, Erwin dibantu 11 orang di kebun bergegas menyiapkan bedeng-bedeng kosong untuk ditanami anakan baru. Seperti siang tadi, beberapa bagian bedeng siap tanam. Kotoran ayam, akar petsai dan daun kering juga disiapkan bakal pupuk bagi tanaman baru. (PRISKA BIRAHY)