Membahas tokoh-tokoh cendekiawan masyarakat Minangkabau merupakan persoalan yang menarik dan relevan untuk dikaji sepanjang zaman terutama pada abad ke-20. Bagaimana tidak, pada abad tersebutlah Minangkabau menjadi gudangnya para intelektual dan penggiat literasi Indonesia yang juga berperan besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. 6 dari 10 tokoh penting di Indonesia pada abad ke-20 merupakan orang Minangkabau. Tak hanya itu, 3 dari 4 tokoh pendiri Republik Indonesia, juga merupakan orang Minangkabau. Ini semua disebabkan karena Orang Minangkabau pandai dan cerdas beradu argumentasi serta mampu bersaing dalam politik internasional.
Siapa yang tidak tahu dengan M. Hatta putra Minangkabau yang lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, yang menjadi Wakil Presiden pertama Indonesia. Lalu Sutan Syahrir seorang diplomat yang menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia. Juga tak kalah pentingnya Mohammad Yamin yang ikut menjadi salah satu pelopor Sumpah Pemuda. Sang filsuf dan pemikir handal Tan Malaka, Bapak Pandu Indonesia serta mantan Menteri Luar Negeri Agus Salim, ulama besar dan sastrawan terkenal yang sangat legendaris Buya Hamka dan masih banyak lagi. Mereka semua adalah putra-putra terbaik bangsa yang berhasil mengharumkan Minangkabau hingga dikenal oleh seluruh penjuru dunia dan membuat Minangkabau terkenal dengan orang-orangnya yang intelektual dan pemikir.
Tak hanya kaum laki-laki, para perempuan Minangkabau pun tak kalah hebat dan cerdasnya seperti Rasuna Said yang tercatat sebagai Wanita pertama yang dikenakan hukum Speek Delict sebuah hukum yang dibuat oleh pemerintah Belanda jika ada yang menentang Belanda. Dan karena keberaniannya Rasuna Said mendapatkan hukuman itu karena menentang penjajahan Belanda. Dan tak kalah keren Tokoh Perempuan fenomenal yang melawan kebijakan belasting pada zamannya yaitu Siti Manggopoh, Rohana Kudus yang merupakan wartawati pertama Indonesia, Rahmah El Yunusias yang berhasil mendirikan tempat pendidikan yang masih terkenal hingga saat ini yang dinamai Diniyyah Putri dan masih banyak tokoh-tokoh Wanita lainnya.
Namun, apakah citra Minangkabau masih tetap sama dan orang-orang yang ada pada masa sekarang tetap bisa menjaga serta merawat kecerdasan intelektual seperti para tokoh pendahulu sebagaimana yang dituliskan di atas? Citra kecerdasan atau intelektualitas masyarakat Minangkabau tampaknya masih terjaga hingga saat ini tetapi hanya pada sebagian kecil orang saja. Berbicara mengenai “The Next Generation” tak bisa terlepas dari bagaimana para generasi muda yang ada.
Ada para generasi muda Minangkabau yang berhasil menduduki posisi-posisi penting dalam berbagai organisasi atau komunitas dalam lingkup nasional yang tentu ini bisa menjadi cikal bakal mereka dalam memimpin negeri ini nantinya. Ada juga yang telah menorehkan berbagai prestasi baik itu tingkat nasional maupun internasional dalam berbagai cabang dan kebolehan yang dipunya. Ada penulis-penulis atau sastrawan yang berasal dari Minangkabau ikut andil untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui tulisan-tulisan mereka. Tetapi sayangnya, hal seperti ini menjadi minoritas bukan mayoritas. Dalam kehidupan sehari-hari, penulis mengamati bahwa lebih banyak generasi muda Minangkabau saat ini yang karakter dirinya jauh melenceng dari karakter yang dimiliki cendekiawan pada masa dulunya.
Era globalisasi dan perkembangan teknologi pun menjadi tantangan terbesar yang bisa membuat mereka terlena dan tergerus arus perkembangan zaman. Sebagai contoh, menurut sejumlah penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga, Sumatera Barat saat ini menempati urutan ketiga populasi LGBT terbanyak di Indonesia. Ini berarti, angka pelaku penyimpangan ini sangat fantastis di ranah Minangkabau. Selain itu, tak sedikit generasi muda Minangkabau yang lebih memilih menggunakan teknologi yang ada untuk keperluan bersenang-senang daripada untuk menunjang mereka dalam mengasah kemampuan yang berguna bagi kecerdasan dan masa depannya.
Banyak yang terlena menghabiskan waktu dengan bermain game online atau sosial media yang dipunya dibandingkan dengan membaca buku serta menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Ini menjadikan tingkat intelektualitas generasi muda Minangkabau semakin menurun. Juga tak banyak lagi para tokoh nasional dan para pemikir nasional yang berasal dari Sumatera Barat. Surau tak lagi diisi oleh orang-orang sebagai tempat menimba ilmu agama dan lapau tidak lagi digunakan untuk tempat duduk sambil berdiskusi beradu argumen tentang nasib bangsa. Kecerdasan tak lagi diasah, iman mulai goyah, dan untuk melangkah terkesan sangat payah.
Tugas besar bagi para generasi muda minangkabau untuk melanjutkan estafet generasi emas seperti tokoh-tokoh yang telah disebutkan pada bagian awal tulisan ini. Kita harus keluar dari zona senang dengan apa yang tidak berguna serta menghabiskan waktu dengan sia-sia. Menjaga nama serta marwah Minangkabau adalah kewajiban kita. Jangan sampai nama “Minangkabau” yang terkenal dengan intelektual serta orang-orangnya yang pemikir, hilang begitu saja ditelan zaman. Sampai kapanpun, tantangan akan tetap ada dan perjuangan kita akan sangat dibutuhkan.
Jika generasi muda Minangkabau lemah, tidak tertutup kemungkinan kita akan kembali dijajah. Bentuk penjajahan bukan hanya seperti Belanda dan Jepang pada masa dahulu sebelum kemerdekaan. Kemiskinan dan kebodohan pun juga sebagai bentuk penjajahan yang kejam. Mari bangkit kembali memperbaiki kesalahan dan kelalaian kita yang sudah terjadi seperti di saban hari. Jika jiwa Hatta, Hamka, Sutan Syahrir, M. Yamin dan tokoh-tokoh lainnya hadir kembali, tak terbayang bagaimana senang dan mudahnya meraih generasi emas 2045 yang saat ini digaung-gaungkan oleh pemerintah. Jika hal ini bisa kita wujudkan, maka Minangkabau tak hanya berperan besar pada momentum 1945 tapi juga pada momentum 2045 mendatang.
Penulis : Fauzan Aldi Yudha, Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow