TERASMALUKU.COM,AMBON,-Belum lama ini lokalisasi dan pekerja seks komersial (PSK) jadi bahan perbincangan kelas atas hingga akar rumput. Kehadiran lokalisasi Tanjung di Negeri Batumerah sempat menuai penolakan.
Bahkan pernah terpampang baliho ukuran jumbo berisi ketegasan sikap pemerintah untuk menutup lokalisasi. Namun segera setelah itu datang temuan lain. Sebanyak 30 PSK terindikasi HAIV/AIDS. Alih-alih ingin mengikut jejak Walikota Surabaya yang menutup Lokalisasi Dolly, rencana penutupan malah berkesan timpang dan prematur.
Setidaknya itu terdeteksi oleh kacamata Josephus Noya. Akademsi dari Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) ini menilai persoalan lokalisasi di Kota Ambon sejatinya tidak bisa bertumpu pada satu sumbu. Dalam karya disertasi yang dituntaskan di Universitas Negeri Makassar 2018, dia merangkum empat solusi yang idealnya dapat diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon.
Dalam perjalanan penelitian berbulan-bulan, bersosialisasi dalam lingkaran terkecil serta paling dekat membuahkan hasil mencengangkan. Jika selama ini khalayak menilai dari berita dan kabar yang beredar, pria kelahiran Kariu itu justru membuka banyak fakta menarik yang bisa jadi rekomendasi bagi pemerintah kota.
Bahkan dalam penelitiannya, dosen yang empat kali mempublikasikan karya ilmiah dalam jurnal itu berkesempatan melihat ‘kartu putih’ milik para PSK. Kartu ini semacam lembaran idenstitas asli bersifat sementara sebagai penanda. Sayangnya, ini bukan identitas resmi dari disdukcapil dan hanya dibuat sebagai pelindung sementara dalam kelompok kecil.
“Dalam beta penelitian itu ada empat hal yang beta temui. Pemerintah bisa jadikan ini cara untie bagaimana mengelola persoalan PSK di kota Ambon. Beta ada sama-sama dengan dong,” jelas pria yang menjabat Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UKIM itu.
Pria kelahiran 2 Mei 1963 itu menghabiskan cukup banyak waktu agar bisa berinteraksi lekat dengan para PSK. Baginya melihat dinamika secara langsung akan lebih mudah mengetahui seluk beluk yang dapat digunakan pemerintah untuk menangani PSK di kota.
Yang jelas bagi bapak tiga anak ini kehadiran para pekerja seks komersial tidak dapat dipandang semata sebagai masalah dan perlu dijauhkan. Dalam distertasi yang berjudul ‘Manajemen Kolaborasi Penangana pekerja Seks Komersial di Kota Ambon’ menawarkan empat solusi kolaborasi yang dnilai masih bolong dituntaskan Pemkot Ambon.
Pertama, pembinaan kolaborasi Dinas Sosial terhadap PSK. “Selama ini yang beta liat kolaborasinya belum kuat. Dinas tidak bisa kerja sendiri-sendiri dan klaim tugas masing-masing. Harus sama-sama dan sinergi,” terang pria yang menyelesaikan skirpsinya dengan tema serupa berjudul ‘Peran Instansi Terkait dalam Penanggulangan Masalah Wanita Tuna Susila (WTS) di Kota Ambon’.
Baginya persoalan kelompok marginal yang sering diidentikan dengan sumber masalah justru perlu diperlakukan dengan sebaik mungkin. Pasalnya itu semua bersinggungan dengan nilai, norma, etika yang punya dampak panjang bagi generasi muda.
Saat diwawancarai Terasmaluku.com akhir Agustus 2019, Joseph mengaku jika pengalaman pribadi salah satu motivasi besarnya fokus pada isu-isu tersebut.
“Katong punya anak-anak nanti tumbuh besar dan bayangkan saja kalau dorang seperti itu. Beta punya kerabat juga ada yang terlibat kasus dengan PSK. Beta hanya ingin melihat anak-anak ini hidup lebih baik ke depan. Dan ini yang bisa beta bikin dan harapan pemerintah terlibat,” sebutnya.
Kedua, Pembinaan kolaborasi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil terhadap PSK. Ketiga, Pembinaan Kolaborasi Dinas Tenaga Kerja terhadap PSK. Dalam poin ketiga, menurut dosen FKIP UKIM pemerintah kerap tidak maksimal mengenalkan hak asasi bagi para PSK. Bahwa mereka pun dilindungi oleh undang-undang tentang perlindungan perempuan.
Serta keempat, Pembinaan Kolaborasi Dinas Kesehatan terhadap PSK. “Keempat hal itu kalau dikerjakan bersamaa, kolaborasi masalah PSK dapat tertangani dengan baik. Kalau buat program jangan sendiri-sendiri. Saya sangat siap membantu pemerintah dari disertasi ini,” ujar pendiri Yayasan Samanuwei tahun 1992 itu. (PRISKA BIRAHY)