Dari bumi Duan-Lolat madah syukur membahana. Perhelatan Sidang ke-48 Klasis GPM Tanimbar Selatan berlangsung sukses di Jemaat GPM Makatian 6-7 Maret 2022 dihadiri oleh 17 Jemaat di jazirah Selatan Tanimbar ini. Sidang dihadiri pula oleh Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlalon, SH, MH dan ibu serta Sekretaris Daerah, Drs Ruben Moriolkosu MM beserta istri. Ketua Klasis Pdt Rein Tupan dan Sekretaris Klasis Pdt J Rehatta beserta para Pendeta, Penatua dan Diaken sebagai peserta persidangan berbagi ide dan pemikiran untuk merumuskan program dan keuangan tahun 2022. Berikut beberapa catatan ringkas ketika berkesempatan mendampingi persidangan Klasis dan melakukan perjalanan singkat di beberapa tempat di kepulauan Tanimbar.
Pertama, Makatian yang unik. Data linguistik menunjukan bahwa di Kabupaten Kepulauan Tanimbar terdapat lima rumpun Bahasa yakni; Bahasa Fordata, Yamdena Timur, Selaru, Selwasa dan Makatian. Dari lima rumpun Bahasa yang ada di kepulauan Tanimbar hanya Desa Makatian yang memiliki Bahasa yang khas. Menurut beberapa narasumber Bahasa Makatian terdapat beberapa kesamaan dengan rumpun Bahasa Tanimbar lainnya. Dalam pembagian rumpun Bahasa, Bahasa Makatian tetap berdiri sendiri. Desa Makatian pun saat ini merupakan Desa yang memiliki petuanan desa yang terbesar pulau Yamdena, bahkan kepulauan Tanimbar pada umumnya. Berbagai potensi alam dimiliki oleh Desa ini seperti udang putih, ikan, kemiri, dan tentu saja kayu yang melimpah. Potensi kayu misalnya dapat terancam jika terjadi eksploitasi alam atau rencana pembangungan berskala besar. Saat ini masyarakat Makatian diperhadapkan dengan kebutuhan listrik dan jaringan internet juga jalan raya. Ada kebutuhan adanya jalan raya di satu pihak, namun pada pihak lain ada pula kecemasan terhadap raibnya hutan kayu akibat pembangunan. Ini tentu membutuhkan kajian dan kearifan dalam menyikapi masalah tersebut agar alam tetap lestari dan masyarakat Makatian jadi sejahtera.
Kedua, aksesibilitas dan infrastrukur. Saya berkesempatan mengujungi pulau Selaru di KKT. Di pulau ini terdapat tujuh desa (dan jemaat) yakni Eliasa, Fursuy, Werain, Namtabung, Lingat, Kandar dan Adaut. Jalan dari Adaut hingga Kandar beraspal mulus. Namun tetiba di ujung Kandar jalan mulai berubah, jalan sirtu (pasir batu) hingga ke Desa yang paling ujung yakni Desa Eliasa. Mobil kami cukup bergoyang-goyang bagai di lautan. Kami mendengar informasi bahwa pada tahun ini jalan tersebut akan diaspal. Ini tentu sebuah berita baik bagi masyarakat. Akses antar desa dan antar pulau memang harus dibuka dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai. Di era digital saat ini, ketersediaan jaringan telekomunikasi juga tak terelakan. Pulau-pulau di Tanimbar akan terhubung dengan dunia luar jika jaringan tersebut tersedia merata. Pada saat yang sama, transformasi digital juga merupakan hal yang tak terelakan. Masyarakat mesti menggunakan media sosial sosial dengan bijak dan produktif. Sebaliknya, jangan menggunakan media tersebut untuk menyebarkan kebencian, hoaks dan kejahatan digital.
Ketiga, Budaya dan budayawan Tanimbar. Saya menduga salah satu argumentasi perubahan nama dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) tahun 2018 merupakan argumentasi budaya. Bahkan nama Tanimbar merupakan penegasan identitas yang khas. Budaya yang mempersatukan masyarakat Tanimbar dengan segala kekayaan peradabannya. Dalam kaitan ini, selain struktur dan system budaya yang mesti terus dipelihara oleh semua pihak, maka peran budayawan menjadi penting. Budayawan adalah mereka yang memiliki kecintaan, wawasan dan komitmen yang kuat untuk menjaga, merawat dan mengembangkan kebudayaan daerah tertentu. Ada cukup banyak budayawan Tanimbar, baik yang tinggal di Tanimbar maupun di luar Tanimbar.
Salah satu budayawan asal Tanimbar yang terkenal di Makassar adalah alm. Ishak Ngeljaratan. Saat ini salah seorang budayawan Tanimbar yang patut diapresiasi adalah Leo Maeseka. Pria 53 tahun asal Desa Romean Tanimbar Utara ini memiliki pengetahuan, kecintaan dan komitmen serta tindakan yang riil untuk menjaga, merawat dan mengembangkan kebudayaan Tanimbar. Ia turut mendirikan Sanggar Lelemuka di Ambon dan bersama Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa (YPMD) yang berdiri sejak tahun 2004 konsern pada pelestarian Bahasa kepulauan Tanimbar antar lain dengan menerjemahkan Kitab Suci dan Nyanyian Gereja dalam rumpun Bahasa setempat. Ia juga mengangkat dan mengembangkan tari-tarian lokal sehingga dikenal di masyarakat, termasuk untuk kelangan yang lebih luas. Ia pernah memegang rekor MURI ketika menyiapkan pagelaran Tarian Tnabar Ila’a dengan melibatkan seribu lebih penari. Keberadaan para budayawan daerah perlu didukung secara moril maupun material agar mereka terus giat dan konsisten merawat dan mengembangkan kebudayaan daerah.
Keempat, Masa depan Blok Masela. Tentang hal ini tentu sudah menjadi pengetahuan umum. Yang hendak disentil secara ringkas adalah sejauhmana kesiapan masyarakat dapat menghadapi kehadiran industri tersebut. Bagaimana perubahan sosial dan perubahan budaya terjadi dana pa strategi pemerintah dan pemangku kepentingan mengantisipasi hal tersebut. Fakta membuktikan kehadiran mega industri ibarat pedang bermata dua, membawa manfaat tetapi juga dapat menjadi bencana jika tidak diantisipasi dengan bijak bestari. Harapannya kehadiran Blok Migas Masela benar-benar membawa kesejahteraan bagi bangsa dan daerah, utamanya masyarakat di lingkatan blok tersebut.
Kelima, MTQ 29 Provinsi Maluku di bumi Duan-Lolat. Sungguh menarik ketika iven keagamaan MTQ ke-29 Provinsi Maluku akan berlangsung di Kota Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) tanggal 15-24 Maret 2022. Walau jumlah umat Muslim di KKT sekira 5 persen dari total penduduk yang mayoritas beragama Protestan dan Katolik ini, tetapi dukungan pemerintah dan warga masyarakat sungguh luar biasa. Ketua Harian Panitia MTQ adalah Pendeta Rein Tupan, M.Th, Ketua Klasis GPM Tanimbar Selatan. Dukungan gereja-gereja Protestan dan Katolik merupakan tanda kerukunan dan persaudaraan lintas agama yang terajut di Tanimbar. Ibarat kain tenun Tanimbar yang beraneka warna yang indah, maka tenunan persaudaraan kiranya akan terus terbina untuk bersama-sama mewujudkan Tanimbar yang damai dan sejahtera. Tanimbar yang memiliki nilai-nilai budaya dan keagamaan yang inklusif yang menghargai derajat kemanusiaan dan mengeratkan relasi antar sesama yang saling menghidupkan dan membanggakan.
Demikian beberapa catatan ringkas dari bumi Duan-Lolat, kepulauan Tanimbar. Semoga ada manfaatnya. Ubu naflahar (Tuhan Memberkati). (RR)