Eksistensi Hikmah Pernikahan Dalam Walimatul URS

oleh
Nursalima Yoisangaji

Pernikahan adalah sebuah ikatan yang suci. Pernikahan dibangun atas kesepakatan bersama dan bersandar pada ajaran keagamaannya masing-masing, dalam Islam pernikahan bukan hanya sekedar perjanjian antara kedua mempelai untuk menjadi satu dalam sebuah ikatan melainkan pernikahan adalah Mitsaqan Gholizan (janji kepada tuhan yang maha esa). Berjanji untuk senantiasa menjadi ada kepada pasangan yang tiada (saling mengisi kekosongan). Perjanjian ini memiliki konsekuensi yang serius sehingga harus dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab, bukan hanya sekedar dinilai sebagai ritual belaka melainkan sebuah perjanjian yang memiliki dimensi ibadah dan harus dirawat dengan baik.

Substansi yang terkandung dalam syariat pernikahan adalah menaati perintah Allah serta sunnah Rasul-Nya, yaitu menciptakan suatu kehidupan rumah tangga yang mendatangkan kemaslahatan, baik bagi pelaku pernikahan itu sendiri, anak, turunan, kerabat maupun masyarakat. Oleh karena itu, pernikahan tidak hanya bersifat kebutuhan internal yang bersangkutan, tetapi mempunyai kaitan eksternal yang melibatkan banyak pihak.

Pernikahan juga tidak luput dari setiap langkah-langkah nya, berawal dari menghitbah, seserahan, hingga Hijab dan Qabul. Mendalami dan menjalankan  unsur-unsurnya melalui kesadaran penuh yang akan menjadi sendi-sendi dalam ikatan pernikahan. Saya ingin berangkat pada poin pertama yakni menghitbah.

Khitbah

Antara perempuan dan laki-laki yang hendak menuju pada sebuah ikatan pernikahan maka baik perempuan dan laki-laki tersebut keduanya tidak saling terikat atau salah satu diantaranya masih menjadi atau memiliki hubungan dengan perempuan dan laki-laki lain, ini akan batal menurut syari’at Islam karena kasus yang demikian dinisbatkan sebagai perempuan atau laki-laki yang tergolong haram untuk dinikahi.

Seserahan

Konteks seserahan adalah bagian terbesar dari kesepakatan mahar (mas kawin), Islam tidak menetapkan nominal mahar. Namun Islam menganjurkan untuk sebaik-baiknya mahar adalah yang tidak membebankan mempelai pria, pada aspek ini Islam telah rapih menatanya sehingga untuk suatu jalan menuju ridho sang illahi jangan sampai menjadi beban bagi calon mempelai. Mahar adalah hak mutlak milik seorang istri dan tidak dapat dicampuri oleh siapapun, mahar sebagai pemberian yang penuh kerelaan dari calon mempelai pria kepada mempelai wanita untuk pemenuhan bagian dari rukun nikah. Mahar merupakan kerangka awal dalam membina keluarga menuju sakinah mawadah warohmah, tidak untuk dijadikan tolak ukur namun substansinya adalah mahar yang mempunyai nilai dan diberikan atas rasa ikhlas yang mendalam karena dibalik ketulusan demikian akan terselip pula kekuatan yang maha dahsyat untuk sebuah bahterai rumah tangga.

Hijab dan Qabul

Hijab dan Qabul merupakan bagian integral dari pernikahan. Hijab sebagai pernyataan atau memberikan namun dengan syarat-syarat yang menurut Islam telah terpenuhi, Qabul merupakan antonimnya. Menerima pemberian yang telah dititipkan atas nama Tuhan dengan ayat-ayat Al-Quran yang telah dilantunkan sebagai tanda terima yang sah. Pada tingkatan ini yang berhak sebagai pemberi wali adalah ayah kandung (Nasab), Islam telah mengaturnya baik sebagai wali nasab atau pun wali hakim, semuanya mempunyai tata ruang kerja yang bersandar pada nilai-nilai Islam.

Praktek pernikahan saat ini sudah begitu jauh dari apa yang telah saya jabarkan diatas. Pernikahan yang akhir-akhir ini diterapkan hanya bersandar pada persaingan, trend yang ada. Setiap tamu undangan yang hadir mereka hanya punya satu gols dari walimatul urs tersebut yakni pada puncak eforia (joget-jogetan). Pada sebagian orang mereka tidak lagi menghiraukan sakralnya doa yang menjadi inti sari dari acara pernikahan, mestinya dikirimkannya doa kepada setiap mempelai pria dan wanita yang hendak membina rumah tangga, tentu saja dalam Islam memperbolehkan walimatul urs (acara pernikahan) namun ajaran ini pada masa yang sekarang telah dipraktekkan berbalik. Islam menganjurkan walimatul urs dilakukan walau hanya dengan menyembelih seorang kamping, memberi makan janda-janda dan anak yatim walau ini bukanlah sebuah kewajiban namun dianjurkan sebagai bentuk ekspresi rasa syukur terutama kepada mereka yang kurang mampu dan juga agar terjalinnya tali silahturahmi yang mampu melahirkan kebahagiaan bersama.

Pada bagian hikmah pernikahan, saya sering mendengar penyampaian hikmah pernikahan yang terlalu tidak menggarah kepada poin-poin penting dari pernikahan itu sendiri, pemberian hikmah pernikahan lebih menonjol ke sekedar lolucon bersama. Ini adalah kesalahan yang fatal apalagi bagi sebuah rumah tangga masih tergolong baru yang masih berada pada satu langkah menuju kehidupan yang disebut ibadah terpanjang, berangkat dari apa yang telah tertuang dalam ajaran Islam tentang hikmah pernikahan jika dilihat lebih dekat dengan pandangan yang terkonstruktur maka kita menemukan banyak nilai-nilai Islam yang punya substansi terkait hikmah pernikahan yang sepatutnya disampaikan secara kongkrit oleh seorang penyuluh kepada masyarakat yang notabeneh minim akan pengetahuan itu agar paling tidak setiap orang yang hadir pada walimatul urs akan menjadi lebih paham soal rangkaian pernikahan yang benar-benar seharusnya ada pada koridornya yakni sebagai ajaran Islam yang mutlak.

Penulis : Nursalima Yoisangaji, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow

No More Posts Available.

No more pages to load.