Sependek ingatan saya baru pernah terjadi dalam pentas sejarah Gereja Protestan Maluku (GPM) dua Gubernur hadir bersama dalam momentum perayaan syukur hari ulang tahun ke-90 GPM, 6 September 2025 di Labuha Bacan. Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa dan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda-Laos duduk berdampingan dan memberi sambutan pada momentum bersejarah itu. Sejak Maluku Utara dimekarkan dari propinsi Maluku pada 12 Oktober 1999, kali ini kedua pimpinan pada dua propinsi bersaudara ini hadir bersama umat dan masyarakat di bumi Saruma Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Maluku Utara. Sultan Bacan, Muhammad Irsyad Maulana Syah, turut hadir. Hadir juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Maluku Utara, Dr Graal Taliawo. Demikian pula Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, diwakili Helmi Umar Muhcsin selaku Wakil Bupati Halmahera Selatan serta ketua DPRD Halmahera Selatan, Salma Samad.
Momentum perayaan HUT GPM bukan hanya disyukuri oleh pelayan dan warga gereja GPM namun turut disambut oleh masyarakat Maluku Utara khususnya di Kabupaten Halmahera Selatan. Partisipasi sanggar seni yang melibatkan tarian para pemuda Islam dan Kristen serta kehadiran Pastor dari Paroki Santo Yohanes Pemandi, Labuha Bacan-Obi memberi warna oikumenis dan inklusif dalam perayaan sembilan dekade yang penuh spirit persaudaraan ini. Falsafah “Saruma” yang merangkul keragaman dalam persatuan merupakan spirit yang patut dirawat dan dibanggakan serta dihidupi terus menerus. Klasis Pulau-pulau Bacan yang diketuai Pdt Albert Efraim Kofit dengan Sekretaris Klasis Pdt Remon Saroa serta dukungan 24 Jemaaat se-Klasis PP Bacan telah menjadi tuan dan nyonya rumah yang baik dalam momen bersejarah ini.
Gubernur Maluku Utara menyebutkan bahwa perayaan 90 tahun selain kenangan sejarah masa lalu, tetapi juga momentum menulis sejarah baru ke masa depan. Sedangkan Gubernur Maluku menegaskan peran strategis GPM sebagai lembaga keagamaan yang turut membentuk karakter umat dan masyarakat serta bersama pemerintah mengusahakan perdamaian dan kesejahteraan bersama. Sambutan kedua Gubernur ini merupakan penanda adanya relasi antara agama-agama dan pemerintah dalam kolaborasi dan sinergi membangun masa depan bersama yang damai dan sejahtera. Kehadiran kedua Gubernur ini juga dapat menjadi momentum untuk menyambung sejarah dan komitmen membangun daerah yang berdampak pada kemajuan masyarakat.
Momentum kehadiran kedua Gubernur ini dapat direfleksikan sebagai momentum memperkuat kerjasama dan kolaborasi kedua provinsi bersaudara ini. Dalam lintasan sejarah dan budaya, kepulauan Maluku merupakan gugusan pulau-pulau yang saling terhubung dan membentuk identitas budaya yang khas. Sejarawan Leirissa (1973) menyebutkan bahwa istilah Maluku awalnya merujuk pada empat kerajaan yakni Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan. Kemudian mengalami perubahan dan perluasan cakupan seiring kebijakan administrasi Hindia Belanda maupun pemerintah Indonesia. Dalam lintasan sejarah itu kemudian terjadi saling pengaruh antar masyarakat yang mendiami pulau-pulau yang disebut sebagai kepulauan Maluku. Sebuah lagu popular, Maluku Tanah Pusaka menyertakan spirit persaudaraan yang erat melalui petikan syair, “dari ujung Halmahera sampai Tenggara Jauh katong samua basudara”.
Sesungguhnya pergumulan masyarakat kepulauan Maluku di era global saat diperhadapkan dengan peluang dan tantangan yang kompleks. Upaya menghadirkan kesejahteraan di kedua provinsi ini tentu tidak mudah karena diperhadapkan dengan realitas kemiskinan yang membutuhkan kerja ekstra. Relasi pusat-daerah, khususnya Jawa-luar Jawa, turut mempengaruhi upaya-upaya akselerasi pemajuan masyarakat. Kedua provinsi bersama lima provinsi kepulauan hingga saat ini masih terus memperjuangkan pengesahaan UU Provinsi Kepulauan yang menegaskan kekhasan konteks wilayah kepulauan. Demikian pula kehadiran industri tambang seperti Weda Bay Nikel dan industri Nikel Kawasi pulau Obi Maluku Utara serta Blok Masela di Provinsi Maluku memberi peluang dan tantangan tersendiri bagi masyarakat kepulauan Maluku. Pada satu sisi masyarakat membutuhkan lapangan kerja dan sumber penghidupan. Pada sisi lain, masyarakat terancam krisis lingkungan ketika perusahaan-perusahaan tambang abai terhadap standar industri ramah lingkungan.
Warisan sejarah dan budaya yang unik pada kepulauan Maluku dapat digali dan dikembangkan sebagai perekat dan penggerak hidup masyarakat, selain untuk pengembangan industri pariwisata yang berdampak para kemandirian ekonomi masyarakat. Budaya Siwalima di Maluku yang menegaskan harmoni dan prinsip monodualitas, spirit Marimoi Ngone Futuru (bersatu kita teguh), budaya Saruma di Halmahera Selatan dan berbagai kearifan lokal di berbagai wilayah kepulauan Maluku dapat terus dikembangkan dan dilestarikan. Berbagai situs bersejarah dan karya seni serta ragam budaya tak benda merupakan potensi terpendam yang dapat digali dan difungsikan serta relevan bagi kebaikan lokal, nasional dan global.
Semoga kedua pemimpin dan masyarakat kepulauan Maluku (Maluku dan Maluku Utara) dapat terus merajut asa untuk mewujudkan masyarakat kepulauan Maluku yang damai, makmur dan sejahtera. Kolaborasi dan sinergi pemerintah dan agama-agama merupakan jembatan menuju masa depan yang cerah. Momentum perjumpaan dua Gubernur pada perayaan HUT ke-90 Gereja Protestan Maluku di Bacan, kiranya menjadi kesempatan emas untuk membangun kejayaan Maluku di masa lalu, sekaligus mengantar Maluku di masa depan, dimana Maluku dan Maluku Utara hanyalah penanda administatif. Sebab sejatinya kedua provinsi ini telah dirangkul dalam satu sejarah yang panjang, sejarah kepulauan Maluku. Kita memang perlu menulis dan menciptakan sejarah baru, sejarah yang membebaskan dan mensejahterakan. (RR)
**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow