Berani Speak Up, Indikasi Kesadaran Hak Perempuan Meningkat, Bagaimana Dengan Maluku?

oleh
oleh
Olivia Salampessy Latuconsina, Komisioner Komnas Perempuan periode 2020-2024. FOTO : Dok. Pribadi

TERASMALUKU.COM,-AMBON-Mengakhiri tahun 2021, Komnas Perempuan mencatat sepanjang 2021 kekerasan terhadap perempuan meningkat.

Yakni dalam catatan akhir tahun (CATAHU) 2021, pengaduan di Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan meningkat hingga 2.389 kasus, dengan catatan 2.341 kasus berbasis gender.

Sejak Januari hingga Oktober 2021 saja tercatat kekerasan terhadap perempuan sebanyak 4.711 kasus.

Tak sampai disitu, Komnas Perempuan menyebutkan terjadi kenaikan yang cukup signifikan dalam pengaduan kasus cybercrime 281 kasus padahal tahun 2018 hanya tercatat 97 kasus atau naik sebanyak 300%.

Menurut Data Komnas Perempuan, kasus siber terbanyak berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video porno korban.

Menjawab fenomena ini, Olivia Salampessy Latuconsina, Komisioner Komnas Perempuan periode 2020-2024 asal Maluku menyebutkan, angka laporan yang meningkat seiring data kekerasan yang juga meningkat menunjukkan kesadaran perempuan untuk speak up atau berani bicara semakin tinggi.

‘’Kalau melihat data kekerasan yang setiap tahun meningkat itu maka bacaannya ini berarti sudah ada kesadaran yang tinggi dari korban untuk speak up, untuk bicara dan melapor, ‘’ jelas Olivia, Rabu (15/12/2021).

Menurut mantan Wakil Wali Kota Ambon ini, Komnas Perempuan yakin, angka-angka kekerasan itu adalah fenomena gunung es, terlihat sedikit di permukaan namun justru banyak di dalam.

Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP ) ini erat kaitannya dengan pemenuhan hak-hak asasi perempuan yang sampai sekarang belum berjalan dengan baik. Walaupun negara sudah menjamin, ada di dalam konstitusi, UUD 45, juga di berbagai peraturan dan kebijakan.

Sesuai mandatnya Komnas Perempuan harus terus menerus mengupayakan agar hak asasi perempuan ini bisa terpenuhi, upaya yang dilakukan Komnas perempuan untuk mengantisipasi kenaikan angka kekerasan ini di tahun-tahun berikut beragam.

BACA JUGA :  Kasus Terkonfirmasi Positif COVID-19 Harian di Indonesia Bertambah 1.264

‘’Mulai dari advokasi kebijakan, misalnya mengupayakan pengesahaan RUU-PKS, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, juga RUU Masyarakat Adat. Selain itu, melakukan Kerjasama dengan berbagai kementrian dan lembaga, seperti Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Kepegawaian Negara, dan berbagai lembaga penegak hukum juga, yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan, ‘’ jelas Ovie.

Komnas Perempuan juga menurut Olivia, melakukan penyebaran pemahaman tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan melalui berbagai media Pendidikan publik seperti kampanye, baik di media sosial dan media online.

Komnas juga mendorong pemerintah daerah untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berperspektif gender dan tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan.

Karena menurut Ovie, banyak ditemukan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang diskriminatif, apakah itu berupa peraturan daerah, peraturan bupati atau walikota.

‘’Ya diharapkan ada perubahan-perubahan kebijakan yang justru nanti memberi pemenuhan hak-hak asasi perempuan dan meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun, ‘’ kata Ovie.

Kekerasan Perempuan di Maluku

Dari catatan tahunan Komnas Perempuan bentuk kekerasan yang banyak terjadi di Maluku didominasi oleh kekerasan dalam rumah tangga.

Menurut Ovie, kekerasan paling sering adalah penelantaran ekonomi dan kekerasan seksual, baik itu perkosaan maupun pencabulan.

Namun menurut Olivia, penanganan kasus masih dilakukan secara kekeluargaan dan adat.

‘’Ini karena korban biasanya datang dari keluarga miskin yang terbatas secara ekonomi mereka tidak punya biaya untuk berproses secara hukum, mengingat wilayah tempat tinggal karena alasan geografis dan akses hukumnya menjadi terhalang, transportasi yang mahal juga menjadi salah satu sebab mengapa proses-proses ini kemudian tidak sampai ke ranah hukum,’’ ungkap Olivia.

Menurut politisi Golkar ini, Komnas Perempuan sudah menjadikan Maluku sebagai salah satu dari enam wilayah percontohan program nasional, Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKTP).

BACA JUGA :  35 Wakil Rakyat Sudah Diperiksa, Bagaimana Kelanjutan Kasus Korupsi DPRD Ambon? Ini Kata Kajari

‘’Jadi penanganan secara terpadu untuk kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Maluku, mulai dari penanganan, pendampingan sampai dengan pendampingan korban, dan yang paling penting adanya anggaran penanganan kasus yang berperspektif kepulauan, ‘’ tegas Olivia.

Dia berharap, dengan berani perempuan speak up, maka semakin mudah Komnas Perempuan melakukan upaya pendampingan dan dapat memberi efek jera bagi pelaku kekerasan sehingga angka kekerasan semakin turun dan hak asasi perempuan bisa terpenuhi di tahun-tahun mendatang. (insany)

No More Posts Available.

No more pages to load.